Jalan Paulo Coelho Menjadi Penulis

Jalan Paulo Coelho Menjadi Penulis
©Getty Image

Baca-baca perjalanan hidup penulis Brasil, Paulo Coelho, dari hasil wawancara dengan jurnalis El Pais in English, bikin tercenung. Ia benar-benar bertaruh nyawa untuk membuka jalannya menjadi penulis. Karena ide-ide gila yang ia punya, bikin dia sempat benar-benar disangka gila oleh keluarga dan harus berurusan dengan rumah sakit jiwa.

Buku ini berjudul Paulo Coelho: Las Confesiones Del Peregrino, ditulis Juan Arias. Di Indonesia, diterbitkan GPU, dan diterjemahkan oleh Ronny Agustinus. Sudah terbit sejak 1999, dan baru diterjemahkan versi Indonesia pada 2012. Saya membelinya sekitar tahun 2014.

Di dunia sastra, Paulo Coelho adalah seorang pemuja Jorge Luis Borges. Cuma untuk bisa bertemu sastrawan idolanya ini, Coelho rela menempuh perjalanan darat selama 48 jam, dari Rio de Janeiro ke Buenos Aires.

Buku The Alchemist yang terkenal itu, diakui Coelho, tidak lepas dari pengaruh Luis Borges terhadap dirinya.

Oh ya, bagi yang belum tahu Jorge Luis Borges, dia adalah penulis cerpen dan puisi kenamaan asal Argentina. Borges pernah menikah dua kali.

Kenapa ini perlu disinggung? Sebab, mereka yang kuat di sastra konon adalah orang yang akrab dengan luka dan kecewa. Mungkin karena luka dan kecewa itu memang jembatan tuhan mengantarkan ilham besar kepada siapa saja. Mereka yang belajar dari sana, lebih mampu merasakan hidup yang tidak semua orang kuat merasakannya. Begitulah, kukira.

Ya, pertemuan Coelho dengan Borges sama sekali tidak lama. Puluhan jam ia menghabiskan waktu untuk menemuinya, Borges tidak bicara. Coelho berusaha memaklumi. Tampaknya memang tidak banyak idola yang mau banyak bicara. Bisa jadi, Coelho berusaha mengobati rasa kecewa saja.

Lahir di keluarga kelas menengah, tapi bercita-cita punya karier di ranah seni, bikin Coelho sempat dicibir keluarga sendiri. Saking ia mencintai sastra, ia hampir tidak mau menggubris ilmu lain. Ia senang membaca, tapi kebanyakan cuma yang berbau sastra.

Alhasil, di masa sekolah, keluarga sempat menilai Coelho nggak maju-maju dalam urusan pendidikan. Ia pernah sekolah Yesuit yang terkenal ketat, bikin ia akrab dengan budaya disiplin kuat, namun imannya sendiri justru melonggar.

Baca juga:

Maka itu, di pengujung 1960-an, saat hippies lagi ngetren, ia sempat “jatuh cinta” pada sosok seperti Marx, Engels, sampai dengan Guevara. Ia aktif dalam gerakan progresif.

Di sisi lain, ia juga sempat jatuh ke narkoba sampai belajar ilmu hitam. Tentunya ini cukup menggambarkan bagaimana sosoknya. Dari sisi ini, Coelho tampaknya cukup tegas menunjukkan wajah aslinya sebagai orang yang punya rasa penasaran sangat besar.

Coelho sempat mengecap pendidikan hukum di Universitas Rio de Janeiro. Cuma buat unjuk diri sebagai anak taat kepada bapaknya doang, sih. Alih-alih fokus di pendidikannya, ia malah ngacir bekerja di teater. Sempat dibawa ke rumah sakit jiwa, ia kabur. Amerika Serikat jadi sasaran.

Ia pernah gabung dengan media, eh medianya sendiri cuma terbit dua edisi doang.

Meskipun begitu, di media yang cuma terbit dua edisi ini juga bikin Coelho berkenalan dengan produser musik Raul Seixas. Membuka jalan karier baru baginya sebagai penulis lirik lagu, hingga ia kaya rayalah bisa dibilang.

Namun untuk mereka yang punya mimpi besar, bayaran besar bukanlah akhir dari semua perjalanan. Ia meyakini ada hal lain yang lebih dia butuhkan dibandingkan sekadar uang semata. Itulah yang tampaknya membawa pengaruh juga bagi rumah tangganya.

Tidak kalah tragis dengan sastrawan dikaguminya, Borges, rumah tangga Coelho juga berantakan. Setidaknya, tiga kali membangun rumah tangga, semuanya gagal sampai ia menikahi Cristina Oiticica—seorang pelukis.

Cristina berperan besar juga untuk Coelho hingga karyanya bisa mewarnai dunia.

Satu hal dicatatnya dari pernikahan ini: “menikah bukanlah kuburan untuk petualangan.” Itu bahasaku, sih. Terserah kalian mau menafsirkannya bagaimana. [tw]

Zulfikar Akbar