Jalan Sunyi

Jalan Sunyi
©Qureta

Jalan Sunyi I:
Munajat Ibu

Aku tak pernah tahu
ketabahan macam apa
yang selalu direngkuh ibu
hingga malam-malam milikNya
sudi menjaga, kala ibu langitkan doa

gemerisik daun-daun jatuh
dan reranting yang kering itu
adalah amin paling saksama
menunggui ibu, ketika menanam air mata

Hingga detik ini,
aku tak tahu
mengapa ketabahan itu, setia
bersemadi menjelma Ibu
bahkan api kesumat
tak kuasa menyulut nuranimu
yang senantiasa sejuk
yang senantiasa dingin
yang senantiasa mengabadikan dirinya
untuk manusia lain

Jalan Sunyi II:
Keringat Bapak

jika di sorga kelak
ada harum yang lebih nyalak
kan kupastikan
itu hanyalah percikan
dari semerbak harum keringat bapak

bapak tak hanya kerja keras
namun keringatnya pun turut mengeras,
Kotor!
bercampur polusi tikus-tikus kantor
dan fitnah penjilat dan pengekor

keringat bapak juga turut berpuasa
menirakati usaha halalnya
dan juga menemani doa bapak
untuk anak bininya
agar terus siaga,
terhadap zaman yang siap melibas apa saja

“nak, kalau kerja bukan hanya harus profesional,
namun juga lebih pintar, biar tidak seperti bapak,”
nasihatnya.

Jalan Sunyi III:
Autis

Dik,
Selain nabi,
di muka bumi ini,
saat ini, hanya dirimulah yang paling suci

sebab autis
adalah cara Tuhan menjagamu
agar kelak,
hanya engkaulah yang menarik kami
menuju sorga,
bersamamu

dengan autismu
Tuhan ingin melukis kisah
bahwa merawatmu sepenuh hati
adalah jalan-jalan yang hendak Ia ridhoi

persetan orang menganggapmu tak waras
jikapun benar,
kau hanya mampu meraung
kau hanya mampu merusak
dan kau tidak mampu lagi selain daripada itu

percayalah,
kami menyayangimu
dan Tuhan mencintaimu
lebih dari segala yang semesta tahu

Dik,
percayalah.

Buku Catatan Kecil

ada ruang di sini
ada waktu di sini
ada sejarah di sini
ada aku di sini

di sini,
aku ada
mencoba memenjarakan waktu
mendekap rindu
merengkuh keluh
merangkai rapuh
merapal doa-doa jatuh

pada secarik kertas dan sebuah pena
semoga dimensi baru tercipta
di sini,
di sini!

When He said:
Why You Like That

Jika dalam dirimu aka da kamu
Bagaimana dengan ‘aku’ mu yang melebihiKu itu?

Maha benarKu adalah kemutlakan
Benarmu hanya sebatas sudut pandang
bagaimana dengan caramu yang menyalahkan segala pandang

Lalu siapa Tuhan itu,
Aku atau kamu?

Wildana Rahmah Azzuhri