Kebebasan dan demokrasi adalah dua konsep yang sering kali dianggap seiring sejalan, tetapi dalam praktiknya, hubungan antara keduanya bisa sangat rumit. Dalam konteks Indonesia, fenomena kebebasan yang kebablasan sudah menjadi topik hangat, merespons transformasi sosial dan politik yang telah terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Diskursus ini mengundang kita untuk mempertanyakan, sejauh mana kebebasan seharusnya diberikan dalam kerangka demokrasi yang sehat?
Pertama-tama, kita harus memahami apa yang dimaksud dengan kebebasan dan demokrasi. Kebebasan merujuk pada kemampuan individu untuk berpikir, berbicara, dan bertindak tanpa adanya tekanan atau batasan dari pihak lain. Di sisi lain, demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan politik berada di tangan rakyat, baik secara langsung maupun melalui wakil yang mereka pilih. Dalam tataran ideal, kedua konsep ini seharusnya saling melengkapi, namun dalam kenyataan, keterlaluan dalam kebebasan bisa merusak esensi demokrasi itu sendiri.
Salah satu aspek yang paling mencolok dari “kebebasan kebablasan” adalah pola komunikasi di era digital. Di satu sisi, internet memberikan akses tak terbatas kepada masyarakat untuk mengekspresikan pendapatnya. Namun, di sisi lain, media sosial sering kali dipenuhi dengan informasi yang tidak terverifikasi, ujaran kebencian, dan konten yang provokatif. Hal ini bisa menimbulkan polarisasi dalam masyarakat, yang pada gilirannya dapat mengancam stabilitas demokrasi.
Dalam konteks kebebasan berbicara, masyarakat Indonesia pernah mengalami periode di mana suara rakyat ditekan dengan keras. Reformasi 1998 membawa angin segar, tetapi juga mengundang berbagai tantangan baru. Kebebasan berbicara, yang seharusnya meningkatkan partisipasi warga dalam proses politik, seringkali disalahgunakan oleh segelintir individu atau kelompok untuk menyebarkan disinformasi atau propaganda. Penafsiran bebas terhadap kebebasan ini kembali lagi kepada kita: apakah kita mampu menggunakan kebebasan tanpa merusak hak orang lain?
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah tantangan dari kebebasan melakukan protes atau demonstrasi. Dalam demokrasi, protes adalah alat penting bagi rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah. Namun, ketika tindakan tersebut berujung pada kekerasan atau pengrusakan, kita perlu meragukan apakah kebebasan tersebut telah dialokasikan dengan bijaksana. Ada kalanya protes menjadi bentuk ketidakpuasan yang eksplosif, yang dapat meluluhlantakkan apa yang telah dibangun dalam konteks demokrasi.
Lebih lanjut, terdapat pula masalah dalam memahami kebebasan beragama. Indonesia dikenal sebagai negara dengan beragam agama dan kepercayaan. Meskipun konstitusi menjamin kebebasan beragama, dalam praktiknya, intoleransi dan aksi kekerasan atas dasar agama masih terjadi. Fenomena ini menunjukkan bahwa kebebasan yang bersifat absolut dapat menimbulkan dampak sosial yang negatif, jika tidak diimbangi dengan pemahaman akan toleransi dan saling menghargai.
Munculnya generasi milenial dan Generasi Z juga berkontribusi pada perkembangan sikap terhadap kebebasan dan demokrasi. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang teknologi-savvy, sehingga memiliki paparan yang luas terhadap berbagai ide dan ideologi. Namun, sering kali anisiasi ini menyebabkan mereka kurang memahami konteks sejarah dan kebudayaan Indonesia. Ada potensi keterasingan dari nilai-nilai demokrasi yang telah diperjuangkan, yang membuat kita bertanya: Apakah generasi ini siap untuk mempertahankan demokrasi, atau justru akan menjadi korban dari kebebasan kebablasan yang mereka miliki?
Kebebasan dan demokrasi adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanya saling mendukung, tetapi juga memiliki potensi untuk saling meruntuhkan. Untuk mencegah kebebasan dari menjadi kebablasan, masyarakat perlu menyadari tanggung jawab mereka. Kesadaran ini harus mulai ditanamkan sedari dini, melalui pendidikan yang menekankan pada nilai-nilai kebangsaan, toleransi, dan pemahaman kritis terhadap informasi.
Pada akhirnya, tantangan terbesar bagi Indonesia adalah menemukan keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial. Kebebasan bukan hanya hak, tetapi juga amanah. Dengan memahami bahwa kebebasan kita tidak boleh merugikan orang lain, kita dapat menciptakan demokrasi yang lebih kuat dan lebih adil. Ini adalah tugas yang harus diemban oleh setiap warga negara, bukan hanya oleh pemerintah atau lembaga tertentu. Kebebasan yang bijak sangat diperlukan untuk membangun masyarakat yang sejahtera dan demokratis.






