
Nalar Warga – Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, Yaman dianggap sebagai “negara habib” karena adanya kelompok habib di Indonesia, baik “habib ori” maupun “habib KW”. Padahal “komunitas habib” di sana sangat kecil yang sebagian besar terkonsentrasi di Kota Tarim di Hadramaut.
Seperti laiknya negara-negara lain di dunia ini, ia adalah negara plural dengan berbagai ragam kelompok etnis, agama, suku, dan faksi politik dan idelogi. Bukan hanya Muslim saja, kaum Yahudi (al-Yahud al-Yaman) juga eksis, di mana kaum perempuannya juga mengenakan burqa atau niqab.
Khususnya di wilayah utara, juga rumah bagi berbagai faksi radikal-Islamis-teroris dari berbagai aliran atau mazhab keislaman. Di sinilah dulu pemimpin almarhum Laskar Jihad, Ja’far Umar Thalib berserta anak-anak didiknya, dikader dan digembleng spirit jihadisme.
Negara ini juga, dalam sejarahnya, menjadi salah satu basis “kaum kiri” terbesar di Timur Tengah, baik mereka yang berideologi-politik dan berhaluan Komunis, Sosialis, maupun Marxis-Leninis. Ingat: menjadi Komunis atau Marxis-Leninis itu tidak otomatis menjadi ateis. Hanya di Indonesia, komunis disamakan dengan ateis. Padahal keduanya tidak ada hubungannya sama sekali.
Bahkan di wilayah Selatan (yang juga tempat para habib) pernah menjadi “Negara Komunis” sebelum era unifikasi tahun 1990. Sebelum menjadi “Republik Yaman” tahun 1990 yang menggabungkan antara selatan dan utara, kawasan ini terbagi menjadi dua: Yaman Selatan (Republik Demokrat Rakyat Yaman) dan Yaman Utara (Republik Arab Yaman). Kelompok kiri pada umumnya bercokol di Yaman Selatan.
Karena menjadi rumah berbagai kelompok ideologi-politik inilah, Yaman tidak pernah sepi dan absen dari konflik dan kekerasan. Perang Sipil berkali-kali meletus di sini yang menyebabkan korban tak terhingga.
Kaum radikal Islamis (seperti al-Ishlah atau al-Tajammu’ al-Yamani li al-Ishlah), kelompok nasionalis (seperti al-Muktamar al-Sya’abi al-am), dan sosialis-komunis (seperti al-Hizb al-Isytirak al-Yaman), semua beretnik Arab, saling berkelahi, saling bunuh, dan berebut kekuasaan. Ini belum termasuk konflik dan kekerasan berbagai faksi Islam: seperti faksi Sunni dan Syiah Zaidi.
Wilayah Selatan memperoleh kemerdekaan dari Inggris tahun 1967. Dua tahun kemudian (1969), kaum komunis di bawah payung People’s Democratic Union mengontrol negara dan mengimplementasikan Komunisme sebagai ideologi negara.
Baca juga:
Pada waktu itu, wilayah Selatan menjadi satu-satunya Negara Komunis di seantero Timur Tengah. Hal ini mengingat kaum komunis di kawasan lain di Timur Tengah mulai melemah pengaruhnya sejak Amerika dan sekutunya membombardir. Sebagai Negara Komunis, wilayah Selatan dulu menjalin aliansi dengan Uni Soviet, Republik Rakyat China, Cuba, dan Jerman Timur.
Partai Komunis (baca: People’s Democratic Union) secara resmi berdiri tahun 1961. Pendirinya adalah Abdallah bin Abd al-Razzaq Ba Dhib yang merupakan salah satu pentolan komunis Arab Timur Tengah. Kelak, ketika ia wafat tahun 1976, saudaranya Ali Ba Dhib dan kemudian Abu Bakar Ba Dhib mengendalikan tonggak partai ini.
Kelak, tahun 1986, Partai Komunis, bersama sejumlah partai dan kelompok kiri lain, termasuk Partai Ba’ath, bergabung dengan Partai Sosialis yang berhaluan Marxist-Leninist. Partai Sosialis (berdiri tahun 1978) merupakan gabungan dari berbagai elemen, partai, dan kelompok politik beraliran “kiri”, baik di Selatan maupun di Utara. Pendiri Partai Sosialis adalah Abdul Fattah Ismail yang sangat pro-Soviet.
Ada cukup banyak tokoh dan pentolan kelompok/partai komunis, sosialis atau Marxis-Leninis. Seperti (selain beberapa yang saya sebutkan di atas) Haidar Abu Bakar al-Attas (pernah menjadi Perdana Menteri tahun 1990-94 di masa Presiden Ali Abdullah Saleh sebagai ), Muhammad Ghalib Ahmad, Ali Nasser Muhammad, Ali Salim al-Beidh, Ali Saleh Obad, Yasin Said Nu’man, Abdulrahman al-Saqqaf, dan lain sebagainya.
- Mungkinkah Gerindra Akan Menggeser Posisi PDIP? - 29 September 2023
- Murid Budiman - 1 September 2023
- Budiman Sudjatmiko, Dia Pasti Adalah Siapa-Siapa - 30 Agustus 2023