
Puisi mana lagi yang engkau dustakan?
Jika rima atas kidung asma selalu melantunkan mesra
Berbisik pada telinga lewat udara atas pesan Sang Maha
Puisi mana lagi yang akan engkau dustakan?
Jika syair yang terakhir lahir dari rahim
Di dalam kalbu yang diradati benih-benih ketulusan
Puisi mana lagi yang akan engkau dustakan?
Ketika kata lahir dari mata yang digerakkan rasa
Kekasih
Sedini tadi aku dipeluk gerimis
Pada rintiknya, aku dengar bisikmu penuh ritmis
Doamu mengalun lewat tetes tangis
Kekasih
Dalam tidurku, samar-samar kudengar suaramu mengetuk pelan-pelan pintu kalbu
Mataku tersipu, pandangi senyumanmu malu-malu di bawah selimut rindu, lagi-lagi engkau peluk aku dalam sunyi datu
Kekasih
Waktu masih enggan berpisah dengan gerimis, sedang pipimu masih berkilau tetes tangis, dalam moksamu; matamu pun menggerimis
Kekasih
Engkau memuisi dalam puisiku di bawah linangan ritmis puisiku di bawah linangan ritmis puisi simpuhku pada Sang Maha puitis
Dalam Kesunyian Malam
Ku terdiam terpaku bersama malam
Gelap dan sunyi seberkas sinar menyinari
Termenung sendiri menanti dini hari
Larut dalam kenangan bersama kalut di kepala
Tenang dalam rasa
Rembulan melayang tinggi separuh muka
Sunyi bersama sang bintang yang begitu cemerlang
Rindu dalam rasa, rapuhkan jiwa tanpa makna
Terbang menerawang jauh bersama sang awan
Bayangan kelam mengikuti bersama sang malam
Hanya malam yang setia menemani hati yang tersakiti
Hanya malam yang berikan ketenangan dalam kegalauan
Bersama atas takdir rindu alam semesta
Malam hari renungan atas diri sendiri
Melihat yang belum pasti, menjadikan sebuah imajinasi
Ditemani angin dingin membara menerpa jiwa
Nikmati malam penuh kesunyian
Bersama sang bintang terangi alam pikiran
Aku Terpejam
Jatuh terlalu dalam
Di antara masa yang kelam
Ketika itu pagi terasa malam
Menyengat sinar menjadi hitam
Menghanyutkan tetesan embun alam
Memutar pada derajat siku detak jam
Akan sebuah apa yang tak bisa kupendam
Salahku dalam kecam
Mengarang tentang apa yang telah mengaram
Paksaku salam paham
Tentang alur cerita yang engkau genggam
Hingga bodohku yang menenggelam
Aku masih terdiam
Detak Sunyi
Semilir sayup menerpa dedaunan
Seiring gerimis malam pun menyertai keadaan
Mengusik perlahan merambah alam
Hawa dingin seketika datang menyambut malam
Waktuku makin susut
Detak jam dinding berputar kencang
Seakan menemani sepi malam ini
- Ketika Para Seniman Masuk dalam Panggung Politik - 28 Juni 2023
- Tentang si Enu dari Kutub Utara - 2 Februari 2023
- Kata Hati - 22 Januari 2023