
Tentang secarik kertas
Pada hari ketika aku lahir ke dunia,
bapak menggali tanah di halaman belakang rumah
ibu memasukkan ari-ari yang baru dipotong dari pusarku
bapak menyusulkan pensil dan dua buku tulis baru
sebagai setangkup doa untuk masa depanku
Belum genap seminggu umurku,
petugas akta bertanya pada bapakku
“Mau diberi nama siapa? Mau diberi agama apa?”
Selembar kertas pun menjadi penanda hidupku
Menjelang ulang tahun keempatku,
ibu membawaku ke tukang foto
yang memotretku di depan kain berwarna biru.
Tukang foto memintaku tersenyum dan mengangkat dagu
lalu mencetak wajahku dalam sepotong kertas kecil bernuansa abu-abu
yang akan ditempelkan ibu di kertas pendaftaran sekolah pertamaku.
Hari-hari di masa sekolahku,
aku adalah sebaris huruf yang kutulis dengan benar
Aku adalah pulasan warna yang kububuhkan dengan rapi
Aku adalah sebongkah mimpi yang kugambar dengan hati-hati
di atas lembar-lembar kosong yang disodorkan padaku setiap hari.
Di usiaku hari ini,
aku adalah selarik takdir dari rangkaian cerita
yang aku tulis dalam secarik kertas-kertas kehidupan
pada lembar-lembar mimpi dan harapan
*Okky Madasari, Novelis
Klik di sini untuk melihat sajak-sajak lainnya.
- Sang Muslim Ateis: Perjalanan dari Religi ke Akal Budi - 28 Februari 2023
- Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar - 23 Februari 2023
- Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal - 22 Februari 2023