
Perguruan tinggi (kampus) merupakan arena pencarian kebenaran, kebebasan, dan kemerdekaan. Ini adalah prasyarat bagi mungkinnya setiap warga kampus untuk menyingkap kebenaran tersebut. Hal itu tidak akan mungkin dapat terjadi ketika kampus telah dan sedang memperdalam kultur feodal. Sebab, dominasi kultur feodal di dalam lingkungan kampus telah membatasi dan merenggut kebebasan dan kemerdekaan tersebut.
Secara tidak langsung, kultur tersebut selalu menggunakan kekuasan yang sangat diyakini datangnya dari ‘sang Ilahi’. Dan oleh disebabkan alasan tersebut, dia bersifat mutlak dan tidak dapat digugat. Merenggutnya sama artinya dengan melawan sang ilahi. Maka tidak jarang sering muncul istilah bahwa dosen adalah tuhan di kampus.
Jika mengutip yang pernah disampaian oleh bapak Rocky Gerung bahwa sistem pendidikan kita menghindari ketajaman argumentasi, jika tajam argumentasi maka dianggap tidak sopan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan dominasi kekuasaan yang mutlak berada di tangan para dosen dan para pimpinan-pimpinan kampus.
Jika suatu universitas telah bertindak sefeodal itu, maka kita patut prihatin, bahwa saat ini kampus telah dan seketika telah menjadi imperium-imperium kerajaan yang kebal dan tidak peduli akan segala gugatan dan kritikan yang datangnya dari warga kampusnya apabila segala bentuk kebijakan yang tidak sesuai atau tidak sejalan dengan kebebasan dan kemerdekaan, untuk dan demi kepentingan mereka yang ditegakkan. Maka, hal tersebut tidak menjadi sebuah permasalahan sekalipun mengorbankan kebebasan akademik secara khusus, dan demokrasi secara umum.
Bagaimana Kultur Feodal Membunuh Demokrasi Kampus?
Tidak dapat dimungkiri, hampir di seluruh universitas yang ada di seluruh Indonesia mencerminkan kehidupan kampus yang menonjolkan suatu kultur, yaitu kultur feodal. Kultur ini begitu tampak.
Tragisnya adalah kultur ini membunuh ruang dialektika mahasiswa bahkan tidak jarang oknum (pimpinan kampus) melegalkan sebuah perangkat aturan (kebijakan) yang tidak demokratis. Maka tidak jarang kita menyaksikan pimpinan orwama di suatu Universitas saat ini banyak diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt) yang notabenenya adalah mereka merupakan mahasiswa-mahasiswi yang punya kedekatan emosional dengan pimpinan Universitas dengan tujuan agar organisasi mahasiswa yang ada di lingkungan kampus yang merupakan wadah kritis yang mengontrol kebijakan kampus maupun pemerintah dapat dikendalikan.
Tidak jarang mereka hanya dijadikan kaki-tangan pimpinan ataupun dosen terkait dan tidak dapat menjadi wadah aspirasi mahasiswa. Dengan beralibi pandemi, pesta demokrasi kampus yang diperuntukkan bagi mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia hari ini ditiadakan.
Mengapa Feodalisme di Kampus Tumbuh Subur?
Feodalisasi kampus dimungkinkan tentang adanya kehendak berkuasa yang mengalahkan kehendak mencari kebenaran. Hal yang paling utama tentunya bersifat dominatif, dan yang kedua sebagai esensi dari berdiri tegaknya kampus itu sendiri.
Dua hal yang bertentangan ini justru tidak disadari, atau mungkin secara naif dihindari untuk didiskusikan atau dibicarakan. Mereka yang tak mampu berbicara benar, maka mereka akan diarahkan atau tergoda untuk berbicara salah.
Kehendak untuk berkuasa yang sifatnya feodalistik itu akan eksis jika sebagian mahasiswa mewajarkannya. Maka hal lain yang membuat feodalisme kampus tumbuh subur persisnya adalah diwajarkan oleh mahasiswa itu sendiri.
Bahkan yang lebih parahnya lagi ialah sifat feodalistik tesebut justru didukung oleh kalangan mahasiswa, melalui pejabatan organisasi mahasiswa yang mengorganisir massa maupun dukungan, disebabkan kekuasaan yang diberikan secara ikatan emosional, sehingga pejabat organisasi merasa berutang budi atas jabatan yang diberikan tersebut, dan tidak ada pilihan lain selain tunduk terhadap kultur feodalisme yang tumbuh subur di lingkungan kampus.
Faktor lain adalah karena adanya relasi kuasa yang menjadi ketimpangan yang paling nyata di lingkungan kampus antara dosen dan mahasiswa.
Untuk dapat mengambalikan citra demokrasi kampus tersebut, maka dianggap perlu untuk memberikan ruang kebebasan dan kemerdekaan bagi mahasiswa dalam berdialektika atau berdinamika di lingkungan kampus. Segala bentuk intervensi dari pihak manapun termasuk pimpinan kampus dan para dosen sepatutnya dan sebaiknya tidak lagi diperlukan agar budaya feodalisme tidak tumbuh subur di lingkungan kampus.
Baca juga:
- Kultur Feodal, Embrio atas Matinya Demokrasi Kampus - 14 Januari 2023
- Kegagalan Pendidikan Kita - 9 Agustus 2022
- Romantika dalam Catatan Argumentasi Dimensi - 31 Maret 2022