Lunturnya Keberadaban Politik

Dwi Septiana Alhinduan

Pada era modern di mana informasi mengalir deras, kehadiran keberadaban politik merupakan sebuah kebutuhan yang mendesak. Lunturnya keberadaban politik bukanlah sekadar isu remeh yang dapat diabaikan; hal ini merupakan cermin dari kondisi masyarakat dan negara itu sendiri. Keberadaban politik, sebagai fondasi bagi harmoni sosial dan stabilitas negara, semakin tergerus oleh berbagai tantangan yang dihadapi dalam sistem pemerintahan serta interaksi antarwarga. Mengapa fenomena ini bisa terjadi? Apa saja gejala dan dampaknya? Mari kita telusuri lebih dalam.

Di tengah dinamika kehidupan politik saat ini, kita sering kali mendapati situasi di mana etika, moralitas, dan sopan santun dalam berpolitik semakin terpinggirkan. Politisi, yang seharusnya menjadi teladan dalam perilaku, justru sering menciptakan polemik dan skandal yang menguras kepercayaan publik. Banyak yang bertanya, apa yang menyebabkan lunturnya keberadaban politik? Adakah pengaruh budaya pop terhadap cara kita memandang politik? Atau mungkin ada faktor lebih dalam yang mempengaruhi perilaku ini?

Salah satu penyebab utama lunturnya keberadaban politik adalah pergeseran nilai-nilai itu sendiri. Dalam dunia digital yang serba cepat, konten sensasional dan klikbait sering kali lebih menarik perhatian dibandingkan dengan diskusi konstruktif tentang kebijakan publik. Keberadaban, yang dulunya menjadi norma dalam interaksi sosial dan politik, kini sering kali diabaikan demi kepentingan popularitas semata. Ini menciptakan sebuah siklus di mana tindakan tidak sopan dan provokatif semakin dianggap wajar.

Namun, makna dari keberadaban politik tidak terbatas pada perilaku individu semata. Ia mencakup cara kita berkomunikasi, berdebat, dan menyampaikan pendapat. Dalam dunia yang sesak oleh berbagai pandangan, penting bagi kita untuk tetap mengedepankan dialog yang sehat, bukan hujatan dan cacian. Indonesia, sebagai negara dengan keberagaman yang sangat kaya, membutuhkan keberadaban dalam setiap diskusi yang diadakan. Lunturnya nilai-nilai ini mengakibatkan polarisasi yang semakin tajam, di mana kelompok-kelompok masyarakat saling menjauh dan mendirikan tembok pemisah.

Sebuah contoh nyata dari lunturnya keberadaban politik dapat dilihat dalam dinamika pemilihan umum. Diskusi tentang calon pemimpin yang seharusnya berlangsung sehat, sering kali beralih menjadi ajang saling serang. Saat media sosial mengambil peran kunci dalam kampanye politik, kita dapat melihat seberapa cepat informasi, baik yang benar maupun yang salah, tersebar luas. Ini bukan hanya mempengaruhi opini publik, tetapi juga mengubah cara kandidat berinteraksi dengan masyarakat. Ketidakberdayaan untuk membedakan antara informasi yang valid dan propaganda yang menyesatkan mendorong masyarakat ke dalam kebingungan dan ketidakpastian.

Penting bagi kita untuk mengubah paradigma berpikir. Bukankah lebih baik jika kita memudahkan diri kita untuk mendengarkan dan memahami pandangan orang lain? Keberadaban politik bukan hanya tentang kepentingan diri atau kelompok, melainkan tentang bagaimana kita bisa bersama-sama menciptakan masyarakat yang inklusif. Hal inilah yang memerlukan upaya dari setiap individu. Apakah kita berani untuk menempatkan kepentingan masyarakat di atas ego pribadi kita?

Sebagai masyarakat, kita juga harus memahami bahwa keberadaban politik tidak dapat dikelola hanya oleh pemerintah atau lembaga tertentu. Ini adalah tanggung jawab bersama. Pendidikan politik yang baik harus dimulai dari level yang paling dasar. Generasi mendatang perlu dibekali dengan keterampilan membaca kritis, berpikir analitis, dan berargumentasi secara terhormat. Hanya dengan cara ini, kita bisa memulihkan kembali moralitas dalam dunia politik.

Tidak dapat dipungkiri, kita sedang berada di ambang perubahan. Lunturnya keberadaban politik dapat dianggap sebagai panggilan untuk bertindak. Masyarakat harus didorong untuk terlibat dalam pengambilan keputusan, bukan dengan semangat permusuhan, tetapi dengan tekad untuk membangun bersama. Peran komunitas, organisasi, dan individu sangat penting untuk menciptakan atmosfer yang kondusif bagi keberadaban dalam berpolitik.

Selanjutnya, media massa juga mempunyai tanggung jawab yang tidak kalah penting. Dengan mempromosikan program-program edukatif dan dialog terbuka, media bisa membantu masyarakat mendalami isu-isu politik secara lebih adil dan berimbang. Diskusi tentang etika politik seharusnya menjadi bagian dari ruang publik, bukan sekadar menjadi topik yang dibahas di kalangan akademisi semata.

Akhirnya, lunturnya keberadaban politik harus menjadi pengingat bagi kita semua. Keberadaban adalah kapasitas untuk menghargai keberagaman dan menjaga integritas dalam setiap interaksi. Ketika kita mengedepankan keberadaban, bukan hanya kita berkontribusi pada iklim politik yang lebih baik, tetapi juga membangun fondasi bagi masyarakat yang lebih sejahtera. Kita punya pilihan: melanjutkan pola lama yang merusak, atau bertransformasi menjadi agen-agen perubahan yang berkomitmen pada keberadaban. Pilihan berada di tangan kita.

Related Post

Leave a Comment