
Nalar Warga – Sejarah ternyata bisa bergerak mundur. Jika pada abad ke-19 sains adalah kepercayaan yang berlaku universal, setidaknya dipaksa demikian oleh kekuatan imperial, maka hari ini kita menyaksikan arah sebaliknya. Di awal abad ke-21 sains terlihat berjalan menuju kematiannya.
Lihat saja fenomena bumi datar. Meski terlihat tidak masuk akal, ini adalah sebuah gerakan politik pengetahuan anti-Pencerahan yang berkembang luar biasa. Pengikutnya bertambah terus di seluruh penjuru dunia. Di Amerika Serikat, mereka menyelenggarakan konferensi yang dihadiri ribuan orang.
Turunan dari fenomena bumi datar sangat banyak. Di Indonesia kita bisa melihat gerakan anti-vaksin. Jauh dari main-main, mereka berusaha keras melakukan usaha ilmiah (psuedo-ilmiah) untuk membuktikan bahwa tubuh mempunyai antibodi yang alamiah.
Di tataran praktik politik, matinya sains berkelindan dengan gerakan populisme reaksioner. Kebencian terhadap Jokowi dan terutama Ahok hanya bisa dijelaskan dengan cara ini. Alih-alih menerima pemimpin yang masuk akal, mereka malah mendukung politisi gakbener yang hanya bisa menata kata dan/atau mengeluarkan jurus bangau terbang.
Sulit dipungkiri, matinya sains merupakan gejala yang terkait dengan konservatisme keagamaan. Gejala ini terdapat di semua agama, tidak hanya Islam, tetapi juga Kristen, Hindu, bahkan Budha.
Ternyata teologi pra-Kopernikus tidak pernah hilang. Ia muncul kembali, bahkan menguat, di abad sekarang.
___________________
Artikel Terkait:
- Mungkinkah Agnes Dapat Dipidana? - 28 Februari 2023
- Transformer - 6 Februari 2023
- Jalan Panjang Demokrasi Kita - 2 Februari 2023