Melihat dan Mengukur Otonomi Khusus di Aceh

Melihat dan Mengukur Otonomi Khusus di Aceh

Untuk melihat atau mengukur gagal dan juga berhasilnya otonomi khusus yang sudah diberikan sejak 2008 kepada Aceh, adalah dengan melihat kesejahteraan dari masyarakat Aceh itu sendiri.

Pola dari kesejahteraan ini sendiri dapat dilihat dari berbagai bentuk. Beberapanya mungkin dalam pendidikan, dan juga kesehatan. Untuk mencapai bentuk kesejahteraan ini sendiri dimulai dari Otonomi Khusus, yang mungkin bisa dibilang sebagai suatu hal untuk mencapai kesejahteraan yang seharusnya ada di Aceh.

Untuk mendapatkan hak Otonomi Khusus juga tidak sembarangan. Aceh memiliki historis yang mana adanya alasan tersendiri untuk Aceh bisa mendapatkan otonomi khusus ataupun ditetapkan sebagai daerah istimewa, yang mana di sisi ini Aceh menerima beberapa hal yang mungkin tidak dimiliki oleh daerah lain, yang mana antaranya adalah, Aceh menerima kewenangan tersendiri untuk mengatur daerahnya, sebagai contoh adalah terciptanya qanun yang hanya ada di Aceh.

Lalu adanya lembaga yang berbeda dari daerah lainnya, sebagai contoh adanya Wali Nanggroe, dan perbedaan nama perwakilan rakyat, yang mana ditempat lain disebut sebagai DPRD Kab dan DPRD Prov, sedangkan Aceh DPRK dan juga DPRA.

Seperti yang kita ketahui, Aceh memiliki asas hukum tersendiri yang disebut sebagai Qanun, yang mana peraturan Qanun ini sendiri diciptakan sebagai peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan juga bagaimana kehidupan bermasyarakat rakyat Aceh.

Dalam melaksanakan peraturan Qanun ini sendiri, Aceh dapat dibilang berhasil, karena penetapan Qanun ini dapat ditetapkan melalui berbagai proses mulai dari perencanaan sampai penetapan yang mana didalam proses itu ada perwakilan masyarakat dan pemimpin daerah Aceh itu sendiri.

Namun, lancarnya peraturan Qanun ini sendiri bukanlah puncak dari tercapainya tujuan Otonomi Khusus, terutama dalam kesejahteraan. Yang mana, Aceh terwadahi dalam UU 11/2006. Salah satu amanat penting dalam perumusan UU itu adalah akselerasi pembangunan. Idealnya, UU Otsus dan turunannya yang bermuara kepada kesejahteraan harus memberi wewenang khusus, kelembagaan khusus, dan keuangan khusus.

Selain dilihat dari pencapaian dalam beberapa hal di atas, pada Februari 2021, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah melakukan kajian masalah kemiskinan yang ada di provinsi  Aceh. Menurut mereka, tingkat kemiskinan di Aceh dapat diatasi jika dana dari otonomi khusus ini dikelola dengan baik dan benar.

Baca juga:

Dari hal ini bisa ditangkap kesimpulan bahwa untuk mengelola Kesejahteraan masyarakat Aceh tidak hanya dari wewenang, dan lembaga saja, melainkan ada hal yang seharusnya lebih diperhatikan, yaitu dalam pengelolaan dana otonomi khusus, karena KPPOD mengatakan pada saat itu, kemiskinan di Aceh ini disumbang dari persoalan tata kelola pembangunan di daerah.

Dapat dikatakan juga bahwa tata kelola pembangunan, birokrasi dan pelayanan publik di Aceh sendiri tidak banyak memiliki andil untuk masyarakat aceh itu sendiri. Jika sudah seperti itu, seharusnya pengelolaan Otonomi khusus di Aceh difokuskan kepada masyarakat, terutama dalam hal pembangunan ysng seharusnya lebih ditekankan pemerintah kepada masyarakat Aceh.

Untuk pengelolaan dana otonomi khusus di Aceh menurut KPPOD tidak dikelola dengan baik, karena seperti yang sudah diketahui oleh KPPOD, sejak 2008 sampai dengan 2015 dana otonomi khusus di Aceh meningkat.

Dan terakhir pada tahun 2019 dan juga 2020, Aceh mendapatkan Otonomi Khusus sebesar Rp. 8,4 Triliun, meningkat dibandingkan alokasi 2017 sampai dengan 2018 yang hanya sebesar Rp. 8 Triliun. Yang mana seharusnya dengan dana otonomi khusus yang sebesar itu dapat untuk mengurangi persentasi dari kemiskinan di Aceh, mengatasi kemiskinan dan juga mensejahterahkan masyarakat Aceh.

Dana pembangunan di Aceh terbesarnya berasal dari dana Otonomi Khusus, dan juga 50% dari dana otonomi khusus pun digelontorkan oleh pemerintahan pusat. Seharusnya untuk mengurangi persentasi dari kemiskinan di Aceh, dapat dilakukan dengan berbagai hal untuk masyarakat Aceh itu sendiri.

Beberapa hal itu mungkin dapat dilakukan untuk pembiayaan prioritas, seperti halnya infrastruktur, pendidikan dan juga kesehatan masyarakat Aceh itu sendiri. Pengamatan dari KPPOD mengatakan bahwa dana dari otonomi khusus itu tidak digunakan sebagaimana seharusnya untuk mensejahterakan masyarakat, dan tidak melakukan beberapa hal yang di atas.

Untuk solusinya, seharusnya pemerintah Aceh mulai untuk menperhatikan bagian bagian mana saja yang henar-benar diperlukan untuk masyarakat, untuk kesejahteraan masyarakatnya itu sendiri. Memfokuskan dana otonomi khusus untuk hal-hal yang benar-benar diperlukan, pembiayaan prioritas yang mana didalam hal itu adalah infratruktur, pendidikan, dan juga kesehatan. Ketika sudah ada dana dari Otonomi Khusus itu, pemerintahan Aceh seharusnya sudah menyiapkan program untuk mengurangi kemiskinan yang ada di Aceh.

Sebagai salah satu yang seharusnya dilakukan oleh pemerintahan Aceh adalah menyediakan wadah untuk masyarakat Aceh dalam beberapa hal untuk memenuhi program dan juga mengurangi angka pengangguran yang ada di Aceh. Seperti halnya petani kopi yang ada di Aceh, seharusnya pemerintahan mewadahi mereka dengan berbagai macam hal, mulai dari pengolahan hingga hasil dari panen kopi tersebut.

Baca juga:

Selain untuk memenuhi program kerja dan menurunkan angka kemiskinan yang ada di Aceh, mewadahi petani Aceh juga membantu perkembangan perekonomian di Aceh itu sendiri.

Ketika sudah memiliki dana ataupun anggaran yang sudah disediakan dari Otonomi Khusus, ada baiknya untuk lebih difokuskan kepada masyarakat, tidak perlu melakukan pembangunan yang mungkin dapat dinilai sia-sia untuk pengeluaram dari otonomi khusus tersebut.

Oleh karena itu, diperlukan untuk memajukan Aceh dan juga menurunkan angka kemiskinan dengan beberapa program fokus bukan hanya masalah pembangunan saja, melainkan dapat dilakukan untuk kesejahteraan masyarakat yang lain, seperti petani, nelayan dan juga masyarakat lainnya yang membutuhkan wadah untuk dapat mengerjakan dan menghasilkan untuk mereka, dan untuk Aceh itu sendiri.

Fariz Givansyah Afrizi
Latest posts by Fariz Givansyah Afrizi (see all)