
Membebaskan diri dari dendam adalah pilihan yang jauh lebih baik ketimbang memendamnya.
Sekali waktu, seorang teman mengaku memiliki dendam terhadap seseorang di masa lalunya. Ia memilih membiarkan dendam tersebut.
Menurutnya, dendam membantunya lebih bertenaga untuk menjadi lebih baik. Sementara saya, meski lebih percaya kekuatan memaafkan, selalu berusaha tidak menceramahi.
Sering saya menggali teman-teman yang memiliki dendam. Ada yang dendam ke pacar, istri, suami. Banyak juga yang dendam atas orang tua mereka sendiri.
Sebagian besar memilih menolak membebaskan diri dari dendam. Bahkan tidak tertarik mencari tahu kelebihan dari kemauan memaafkan.
Sebagian mereka yang memendam dendam sering melarikan diri pada kebiasaan seperti obat-obatan, alkohol berlebihan, dan lain sebagainya. Ada juga saya temukan, ada yang sampai meluapkan dengan menjadikan orang lain sebagai sasaran dendam.
Pengalaman saya pribadi, dendam hanya mengakibatkan ketidaktenangan, kegelisahan, dan ketakutan-ketakutan. Membebaskan diri dari dendam sering berdampak jauh lebih baik: lebih percaya diri, lebih gembira, dan lebih terdorong untuk bisa mengarahkan diri pada kebiasaan yang lebih baik.
Dendam itu, dalam hemat saya, seperti api yang kita biarkan menyala dengan takaran berlebihan. Terkadang bisa membahayakan orang lain, tetapi yang pasti justru jauh lebih membayakan diri sendiri.
Dendam juga bisa kita katakan sebagai kemarahan yang kita biarkan mengisi hati dan pikiran. Seperti api yang kita biarkan terus menyala di rumah sendiri, membiarkan dendam hanya akan menghancurkan diri sendiri.
Nah, itu hanya secuil sudut pandang saya tentang dendam. Mungkin teman-teman ada yang punya dendam dan ingin bercerita, silakan ceritakan. Siapa tahu, dari cerita Anda nantinya, ada lebih banyak orang bisa membebaskan diri dari dendam.
Baca juga:
- Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi dan Kemenag RI - 30 November 2019
- Jalan Paulo Coelho Menjadi Penulis - 27 November 2019
- Sepak Bola Indonesia Lebih Hidup di Tangan Anak Muda - 25 Oktober 2019