Mempertahankan Tradisi

Mempertahankan Tradisi
©DS

Setia bertahan adalah titik tertinggi mempertahankan dan menjaga alam.
Nak, meskipun saat ini musim penaklukan petani dari ruang hidup, jangan lupa terus saja menanam sebab menanam adalah melawan.
Kitalah yang paling berdaulat atas tanah dan alam.
Berburu dan meramu adalah budaya kita yang autentik.
Tombak dan parang menjadi bukti bahwa kita tetap ada dan akan terus ada.
Nak, kelak jangan kau nodai perjuangan saudara-saudaramu yang masih ingin mempertahankan ruang hidupnya lantaran uang sogokan, atau saling sikut dengan cara yang rumit.

Pembunuh Berdarah Dingin

Aku menyebutnya makna dari kesejahteraan yang sebenarnya.
Biarlah mereka menemukan dunia mereka sendiri.
Sebab politik makin ke sini menjadi pembunuh berdarah dingin.
Semoga kita tidak terpapar oleh si pembunuh berdarah dingin itu.
Kerjakan saja apa yang ingin dikerjakan
karena sesungguhnya yang paling berdaulat atas tanah adalah petani itu sendiri. Hidup Tani..

Tidak Ada Kata Lelah

Langkahnya kelihatan timpang dan rapuh.
Sebab usianya sudah uzur. Namun kata lelah nyaris tidak pernah diucapkan.
Aku hanya mampu menatapnya.
Bercerita lewat puisi sederhana.
Bercerita tentang tubuh yang dulu kokoh
Kini tergopoh-gopoh
Tentang otot yang dulu kekar
Kini kian gemetar.

Truk Reot

“Katanya aku tak ingin mundur meski nyawa taruhannya,” teriak pria yang ada di atas sebuah truk reot.
“Aku memang sudah renta. Tapi aku tidak pernah menjadi pecundang.”

Penyingkiran

Alam memberi isyarat lewat bahasanya.
Aku masih saja terus bercerita
lewat aksara tentang  air dalam gelas.
Sendal jepitku tak mampu menahan panasnya aspal,
akan datang tidak ada taman,
atau pantai sebab yang tersisa dan masih tersirat adalah penyingkiran.
Untuk sementara, aku memilih diam sejenak di sini.
Menyiasati keadaan yang terus terpuruk sambil berteriak tanpa henti.

Janji Manis dan Ruang Tunggu

Abaikan saja tentang janji manis itu!
Toh pada akhirnya tidak akan ditepati
bagiku itu hanya bualan orang-orang gila yang mengaku dewa.
Tidak ada kawan setia, yang ada hanya kepentingan abadi. Pengecut!

Bercerita tentang “ruang tunggu”
setiap waktu terus dipadati calon penumpangnya
yang siap dibunuh, dibakar, kemudian ditembak mati.
Aku memetik secarik pesan moral dari cerita lama mereka, soal “ngaku rasai”.

Perspektif

Saat semuanya gaduh
Aku memilih menyimak saja
Sebab menceburkan diri akan memantik perhelatan.
Bukan mencari daratan
Mungkin saja keliru
Mungkin saja benar.
Terkadang perasaan itu sering ditunggangi prasangka.
Lagi dan lagi ini soal dari mana kaki berpijak.
Lagi dan lagi ini masalah perspektif.

Jalanan yang Dirindukan

Masikah kau merindukan jalanan?
Aku tahu dalam diam pasti kamu gelisah
Sudah sejak lama semangat itu kita pahatkan.
Merasuki hingga ke rongga jiwa.
Aku masih peduli
Aku tak ingin kepalkan tangan
Aku ingin perubahan

Memang benar mencari yang setia itu sulit.
Sulit dan sulit…
Selalu saja ada yang keluar jalur.
Masihkah kau meridukan jalanan?

Sulit

Sepertinya angin kencang ini belum berhenti bertiup, persiapkan peralatanmu karena sesekali akan ada gelombang.
Hanya ada dua pilihan
Bertahan atau lari
Sulit!

Tak perlu berkecil hati,
Bersedih atau murung
Pahatkan keyakinan di dalam hati sanubarimu! Karena setelah itu akan ada teduh, tenteram,  damai,  sejuk seperti yang kau inginkan dulu.

Hasanudin M Hasidi
Latest posts by Hasanudin M Hasidi (see all)