
Nalar Warga – Tahun 2000, satelit observasi AS, Ikonos, berhasil melakukan seri pemotretan yang memperlihatkan adanya sebuah kapal di gunung Ararat Turki yang tertutup salju.
Itu anomali. Sebuah artefak kapal kuno teronggok dan terdeteksi berada di ketinggian hingga 4.000 meter di atas permukaan laut jelas bukan hal normal.
Setinggi apa 4.000 mdpl, bagi yang hobi mendaki gunung, itu sesuatu banget. Itu bicara etos luar biasa demi menaklukkan dan menyambanginya. Di Indonesia, hanya ada puncak Jayawijaya yang melampaui ketinggian itu.
Kerinci dan Rinjani, apalagi gunung-gunung yang ada di Jawa, semua kalah tinggi. Artinya, jangankan membawa log kayu sebagai bahan kapal dan lalu membangun kapal tersebut, membawa badannya sendiri dan perkakas untuk membuatnya saja, itu sudah mustahil.
Bagi yang biasa mendaki gunung, makin tinggi mereka naik makin langka mereka bertemu pohon, apalagi dengan ukuran besar. Bunga Edelweis sering menjadi satu-satunya teman di puncak gunung. Maka tak mungkin mereka tebang kayu dari ketinggian seperti itu.
Sudah gitu, bukankah hanya orang dalam gangguan jiwa saja yang akan membuat kapal di atas gunung? Itu lebih gak masuk akal. Maka, kata nyangkut adalah kata paling masuk akal.
Namun ketika kata nyangkut kita gunakan, masalah yang lebih gak masuk akal datang. Artinya, kita harus siap dengan premis bahwa ada air menggenang pada ketinggian itu. Air menggenangi gunung setinggi 4 ribu meter, mmm…, itu terdengar teori yang lebih gila lagi.
Bila ada tertaut, cerita macam itu hanya ada dalam Kitab Suci. Dan lalu, spekulasi paling masuk akal dapat disematkan adalah kisah dalam Kitab Suci itu, kisah bahtera Nuh. Baik ukuran kapal itu dan pada posisi seperti apa kapal itu nyangkut, sangat dekat dengan kisah tersebut.
Artefak menyerupai kapal dengan panjang lebih dari 150 meter itu masuk akal sebagai bahtera Nuh.
Bagaimana menggambarkan besar kapal yang teronggok di gunung itu, anggap saja Anda punya rumah dengan dengan lebar 30 meter dan panjang 150 meter, terus dibangun 3 lantai. Sudah kaya mall, kan?
Ya, sepintas itu seperti mall yang mengapung di laut. Memang masih lebih kecil dibanding dengan ukuran kapal induk AS Gerald R. Ford yang adalah kapal induk terbesar di dunia yang panjangnya adalah 337 meter. Namun sebagai kapal terbuat dari kayu, bahtera itu fantastis.
Luar biasanya, data karbon pada kayu sebagai bahan utama kapal tersebut menunjukkan umur 4.800 tahun. Itu seusia kisah Nuh versi Kitab Suci maupun versi mitos bangsa Sumeria yang konon lebih dulu bercerita tentang kisah ini.
Kebanyakan sarjana Alkitab modern menerima tesis bahwa cerita air bah di dalam Alkitab berkaitan dengan sebuah siklus mitologi Asyur-Babilonia yang banyak mengandung kesamaan dengan cerita pada Alkitab tersebut.
Dan lebih luar biasa lagi, kayu sebagai komponen utama pembuatan kapal tersebut, yang data karbonnya diukur menunjukkan umur 4.800 tahun itu, dikabarkan identik dengan KAYU JATI. Dang ding…
Bagi yang senang berbangga diri, yang suka berkhayal mbablas tanpa rem, serta-merta akan langsung bertepuk dada dalam bangga. “Nuh adalah bapak moyang kita,” katanya sambil berurai air mata.
Mereka akan segera berspekulasi terkait KAYU JATI yang hanya tumbuh di tempat kita berasal, apalagi ketika oleh sang peneliti secara spesifik disebut bahwa kayu itu identik dari Jawa Timur.
Halaman selanjutnya >>>
- Murid Budiman - 1 September 2023
- Budiman Sudjatmiko, Dia Pasti Adalah Siapa-Siapa - 30 Agustus 2023
- Mereka Lupa Siapa Budiman - 28 Agustus 2023