
Kau menarik napas panjang
Ketika menyeduh kopi dalam cangkir cantik
Bahkan secangkir kopi yang masih beruap itu
Lebih nyata daripada cinta
Cinta yang melekat pada adukan sendok
Cinta yang dipendamnya ampas kopi kian lama kian tenggelam
Dan pahitnya kopi tidak lagi menggodamu
Sampai pada seduh yang terakhir kau mainkan jemarimu
Memeluk erat cangkir sambil di bibirmu mendesah lembut
Seperti kemarin yang tak kunjung pergi
Perihal usaha menguympulkan
Tiga kepimg waktu dalam satu cangkir masa lalu, saat ini dan masa depan
Sendu
Sajak romantika yang menakar waktu menunggu temu
Tiada yang tahu apa yang memenuhi jiwa ini
Aku hanya lelah cuma mmenjadi penuai sajak cinta untuk lembar epilogmu
Aku ingin menjadi malaikat di surga kecilmu, menjadi pujangga di pondok memorimu, lalu denganmu menelusuri sabana dan taman bungta di utara
Kalau jemariku ini jarum waktu, sudah lama ku rangkai detik, ku rombak, tentu pintalan menit, agar tak ada yang perlu memanjakan massa
Karena aku tak inign kau lenyap dari mimpi ketika takdir mulai menyerah dengan waktu, sedang cintaku lebih kekal dari janji
Terserah pada senja ke berapa kita lagi berjumpa
Aku akan tetap menantimu dalam sajak yang kuukir dalam diam
Perhentian
Detakku sejenak terhenti
Kala teringat senyum indahmu
Yang mampu luluhkan jiwaku
Rindu seakan terobati
Sejenak ingatan tertuju erat padamu
Canda tawaku seketika berubah menjadi pilu
Intan di mataku bercucuran
Hingga perasaan terkoyak bnerhamburan
Dia
Diketuknya pintu yang kokoh itu
Memberikan jejak senyuman
Dan pergi layaknya angin yang tertiup
Diketuknya jendela dibalik tirai itu
Memberikan sebuah salam
Dan pergi layaknya air yang mengalir
Diketuknya pintu hati ini
Memberikan sebuah tanda
Dan bersembunyi layaknya dedaunan yang gugur
- Ketika Para Seniman Masuk dalam Panggung Politik - 28 Juni 2023
- Tentang si Enu dari Kutub Utara - 2 Februari 2023
- Kata Hati - 22 Januari 2023