
Nalar Warga – Menurut saya, julukan yang paling tepat bagi Indonesia adalah negara rapat. Paling tidak di lingkungan birokrasi, rapat adalah kunci. Mungkin separuh APBN kita dihabiskan untuk ini.
Kinerja pemerintahan diukur berdasarkan seberapa banyak rapat dilakukan. Hal ini berlaku juga di lembaga penelitian. Keberhasilan sebuah riset ditentukan oleh keberhasilan mengadakan rapat untuk menyerap anggaran.
Apa yang diomongkan dalam rapat tidaklah penting. Pokoknya, para pegawai harus hadir dengan pakaian kebesaran (maksudnya memang banyak sekali PNS yang bajunya kebesaran). Para pimpinan tampak jumawa membuka rapat sebelum kemudian pamit untuk membuka rapat yang lain.
Di beberapa kantor pemerintahan, rapat diatur oleh tata laksana yang sangat ketat. Urutan siapa yang berhak bicara, disusun berdasarkan hierarki jabatan.
Pegawai biasa tidak boleh bersuara sebelum pejabat eselon memperkenankan. Ketika memulai berpendapat pun, mereka diharuskan mengucapkan kata kunci “mohon izin”.
Mereka yang tahan bertungkus-lumus dengan ritual rapat, biasanya kelak akan menjadi pejabat. Sementara, pegawai seperti saya, yang lebih senang mengamati bagaimana cara orang mengikuti rapat daripada apa yang dibahas dalam rapat itu, harus segera menyadari masa depannya mungkin bukan di situ.
Namun, apa pun itu, rapat akan dianggap sukses jika diakhiri dengan permintaaan untuk menandatangani kuitansi honor atau sekadar pengganti uang transport.
___________________
Artikel Terkait:
- Mengapa Negara Gagal; Awal Mula Kekuasaan, Kemakmuran, dan Kemiskinan
- Negara Meritokrasi dalam Filsafat Politik Plato
- Mungkinkah Agnes Dapat Dipidana? - 28 Februari 2023
- Transformer - 6 Februari 2023
- Jalan Panjang Demokrasi Kita - 2 Februari 2023