Paradigma Antroposentrisme Menggiring Kita pada Kehancuran

“Namun demikian, janganlah kita jumawa akan kemenangan manusia atas alam. Karena untuk setiap kemenangan seperti itu alam akan membalasnya kepada kita. Memang, setiap kemenangan pada saat pertama membawa hasil-hasil yang kita inginkan, tetapi pada saat kedua ketiga dampak-dampak berbeda yang tak terduga terlalu sering menghapus yang pertama.” – Friedrich Engels

Dewasa ini kian banyak isu-isu sosial yang kemudian menjadi perbincangan hangat di kalangan pengamat lingkungan (aktivis lingkungan hidup) serta masyarakat yang telah merasakan dahsyatnya kerusakan alam saat ini yang diakibatkan oleh carut marutnya kehidupan kita.

Bisa dikata kita sendirilah yang menjadi “virus bagi alam semesta ini”. Sebab jika kita berkaca ke belakang telah banyak aktivitas kita sebagai manusia telah merusak lingkungan. Atas dasar untuk pemenuhan kebutuhan keseharian untuk kehidupan yang lebih baik.

Di satu sisi alam terus tergerus yang disebabkan oleh aktivitas setiap kita. Lantas bagaimanakah keberlanjutan planet ini apabila sebuah paham-paham antroposentrisme tetap mendarah daging dalam diri kita? Kita bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan kata “Planet ini akan hancur.”

Iya kehidupan saat ini sedang mengalami degradasi lingkungan bisa dikata beratlah sebab akhir-akhir ini banyak perubahan perubahan sosial yang terjadi akibat dari krisis iklim yang sedang melanda planet ini. Seperti kenaikan suhu bumi yang kian menggerogoti kehidupan makhluk hidup, hingga spesiesnya telah hilang ditelan oleh bencana, sehingga kita boleh menyatakan bahwa ada kejanggalan dalam menjalani kehidupan ini khususnya sistem ekonomi yang dianut saat ini sedang menggiring kita pada kehancuran.

Dilansir dari buku yang ditulis oleh Fred Magdoff dan John Bellamy Foster tentang “Lingkungan Hidup Dan Kapitalisme”, telah banyak mengubah cara pandang saya terhadap alam saat ini dengan berbagai pernyataan-pernyataan dalam tulisannya sangat mengerti akan setiap peradaban kita serta masalah-masalah lingkungan yang terjadi saat ini. Hingga membuatku harus menyampaikannya dalam bentuk tulisan ini.

Dan dalam buku tersebut menyatakan bahwa kehidupan saat ini telah masuk fase kepunahan keenam dari kepunahan yang telah terjadi pada abad sebelumnya. Telah banyak spesies makhluk hidup punah disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang masif dan itu dominan diakibatkan dari sistem ekonomi ekstraktif, seperti pertambangan batu bara, pertambangan emas yang telah membabat hutan secara luas.

Sehingga aktivitas tersebut mengakibatkan ketimpangan seperti kenaikan suhu bumi tak terbendung lagi. Itu tidak lain disebabkan oleh sistem akumulasi yang dianut saat ini kemudian sistem tersebutlah merubah cara pandang kita terhadap alam ini yaitu harus dieksploitasi sebesar besarnya untuk mendapatkan laba sebesar besarnya, dan itu adalah sebuah resep menuju bencana.

Baca juga:

Di mana kedudukan alam saat ini tidak lagi diprioritaskan/diperhitungkan dan alam dianggap sebagai tempat tidak berarti bagi kita sehingga kita abai dalam menjaganya. Padahal penting bagi kita untuk memahami alam, sebab segala aspek kehidupan terangkum pada alam yang kita pijak pada saat ini. Pandangan-pandangan antroposentrisme tersebutlah yang akan menjerumuskan kita sendiri pada bencana.

Alur Pendidikan

Kelanggengan sistem ekonomi eksploitatif ini sangat mengubah alur pendidikan di berbagai universitas khususnya negara-negara berkembang seperti Indonesia. Para tenaga pendidik sangat berkomitmen dalam melanggengkan serta tunduk pada sistem ini dengan cara memberikan pemahaman-pemahaman kepada para mahasiswa tentang bagaimana cara menjadi budak yang baik untuk dipekerjakan di perusahaan-perusahaan besar asing serta lokal setelah tamat nantinya, tanpa mementingkan lingkungan sekitar.

Seperti inilah sistem bekerja saat ini kenaikan biaya-biaya untuk mendapatkan ilmu sungguh nyata dalam kehidupan berbangsa. Sehingga mereka yang tak bermodal harus tetap diam terpaku oleh keadaan nista ini. Kenistaan inilah menjadi senjata pamungkas bagi mereka yang telah dididik tentang bagaimana menjadi pekerja yang baik pada sistem ekonomi penindas.

Apabila alur pendidikan di Indonesia tetap berpegang teguh pada paham yang menganggap bahwa alam ada untuk dieksploitasi sebesar mungkin dan hasil yang telah didapat dijadikan sebagai komoditas, niscaya seiring berjalannya waktu setiap elemen yang ada dalam lingkungan mulai redup dan akan menimbulkan bencana sebab ada ketidak seimbangan ekologi yang terjadi.

Maka dari itu untuk keluar dari tren-tren menganggap alam ada untuk dieksploitasi harus dihapuskan secara perlahan dengan cara melatih diri untuk hidup berbarengan dengan alam dan merajut kembali pemikiran-pemikiran yang berkomitmen dalam menciptakan keadilan, kehidupan yang berkelanjutan.

Hal itu bisa dimulai dari diri kita sendiri seperti; bagaimana cara sebisa mungkin meminimalisir penggunaan alat atau bahan-bahan yang memiliki daya tinggi untuk merusak lingkungan.

Bila dianalogikan tentang kehidupan saat ini bagaikan air yang mengalir kencang pada parit dan air itu diandaikan sebagai manusia yang terus berjalan tanpa tujuan sebagian dari mereka hanya mengikuti alur namun tanpa tahu makna hingga mereka berbuat kerusakan tanpa mereka sadari.

Referensi

Fred Magdoff dan John Bellamy Foster, tentang ” Lingkungan Hidup Dan kapitalisme.” Cetakan pertama, 2018. Tangerang Selatan: Marjin Kiri.