Paradoks Abad Pencerahan, Kebangkitan Islam, dan Konstruksi Pengetahuan

Paradoks Abad Pencerahan, Kebangkitan Islam, dan Konstruksi Pengetahuan
ยฉNational Catholic Reporter

Paradoks Abad Pencerahan, Kebangkitan Islam, dan Konstruksi Pengetahuan

๐‘ƒ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž ๐‘ ๐‘’๐‘—๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘ค๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘–๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘ก ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘Žโ„Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘–๐‘ก๐‘œ๐‘™๐‘Ž๐‘˜ ๐‘œ๐‘™๐‘’โ„Ž ๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž ๐‘‘๐‘’๐‘ค๐‘Ž-๐‘‘๐‘’๐‘ค๐‘Ž, ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘–๐‘ก๐‘ข ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘”๐‘ข๐‘๐‘Žโ„Ž ๐‘Ž๐‘๐‘Ž ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘ ๐‘ข๐‘‘๐‘Žโ„Ž ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘—๐‘Ž๐‘‘๐‘–! (David Irving. Hitlerโ€™s War. 2011: ix).

๐‘†๐‘’๐‘—๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Žโ„Ž ๐‘ก๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘˜ โ„Ž๐‘Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘™๐‘–๐‘ ๐‘–๐‘  ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘ข ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘Ž๐‘“๐‘ ๐‘–๐‘Ÿ๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘’๐‘š๐‘๐‘ข๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›: ๐‘–๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘š๐‘œ๐‘‘๐‘–๐‘“๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘ ๐‘–๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž (Foucault, 2003: 171).

Saya sepakat dengan Foucault dalam ๐™Ž๐™ค๐™˜๐™ž๐™š๐™ฉ๐™ฎ ๐™ˆ๐™ช๐™จ๐™ฉ ๐˜ฝ๐™š ๐˜ฟ๐™š๐™›๐™š๐™ฃ๐™™๐™š๐™™ (2003) bahwa kita perlu mempelajari, bahkan bila perlu menulis sejarah versi kita sendiri ketika di mana-mana, sejarah merupakan produk pengetahuan yang diproduksi oleh rezim kuasa tertentu.

Ini tentu tidak ada hubungannya dengan kritikan terhadap rencana pemerintah yang menghapus mata pelajaran sejarah di tingkat SMA, dan kita netizen meresponsnya dengan begitu berisik meskipun tidak mengatakan apa-apa alias ๐˜ต๐˜ข๐˜ญ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ถ๐˜ฅ ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ต ๐˜ด๐˜ข๐˜บ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ.

Singkat kata, pemahaman tentang sejarah bangsa sendiri atau sejarah global sangat penting untuk memberikan kita perspektif dalam mengerti peristiwa yang terjadi hari-hari ini. Sebab, tanpa sejarah, Anda dan saya akan dibuat bingung dengan pertanyaan semacam ini:

๐‘ƒ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž, mengapa Abad Pencerahan (khususnya abad ke-19) diidentikkan dengan rasionalitas, melawan abad sebelumnya yang diklaim sebagai masa kegelapan (abad pertengahan)? ๐พ๐‘’๐‘‘๐‘ข๐‘Ž, apa hubungan antara abad pencerahan dan kebangkitan Islam di berbagai belahan dunia? Kebangkitan itu hendak merespons apa? ๐พ๐‘’๐‘ก๐‘–๐‘”๐‘Ž, bagaimana kerja kuasa pendisiplinan abad pencerahan dalam membentuk sistem pengetahuan yang kita pelajari selama ini?

๐๐š๐ซ๐š๐๐จ๐ค๐ฌ ๐๐ž๐ง๐œ๐ž๐ซ๐š๐ก๐š๐ง

Sebelum menulis panjang lebar, perlu ditegaskan bahwa Abad Pencerahan (๐ด๐‘”๐‘’ ๐‘œ๐‘“ ๐ธ๐‘›๐‘™๐‘–๐‘”โ„Ž๐‘ก๐‘’๐‘›๐‘š๐‘’๐‘›๐‘ก) yang saya maksudkan di sini bukan soal periodisasi atau kurun waktu dalam sejarah Eropa (dari akhir abad ke-16 sampai abad ke-19), melainkan lebih pada proyek utama yang menjadi karakter dasarnya.

Karakter itu diletakkan oleh dua borjuis yang kebetulan adalah pemikir besar Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel dan Immanuel Kant. Melalui Kant, pencerahan dipahami secara negatif sebagai ๐ด๐‘ข๐‘ ๐‘”๐‘Ž๐‘›๐‘”, an โ€œexitโ€, a โ€œway outโ€: sebuah proses yang membebaskan manusia dari status โ€œketidakmatangan atau ketidakdewasaanโ€ yang diciptakannya sendiri.

Dengan kata lain, pencerahan adalah respons negatif atau penolakan terhadap abad sebelumnya yang dinilai tidak mencerahkan, dan yang membuat manusia tidak dewasa. Itu tampak dalam slogan yang terus menerus diulang si keparat Kant yang dipuja-puji oleh tidak sedikit intelektual Indonesia: โ€œSapere Audeโ€: ๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘ก๐‘œ ๐‘˜๐‘›๐‘œ๐‘ค!

Baca juga:

Kekaguman buta pada Kant justru mengaburkan perhatian kita dari paradoks Pencerahan yang membawa implikasi serius bagi sejarah manusia dan masa depan ilmu pengetahuan:

๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐—ฎ๐—บ๐—ฎ, jika pencerahan dibayangkan sebagai antitesis rasional terhadap abad pertengahan yang gelap dan irasional, mengapa dalam tiga abad ini (1600-1945), perang paling biadab di muka bumi terjadi di kontinen bersalju: dari perang agama (Katolik-Protestan) sampai perang ideologi (kapitalisme, komunisme, dan nasionalisme)?
Ini tentu saja belum termasuk ekspor kolonialisme dan genosida ke Asia, Afrika, dan Amerika.

Dengan kata lain, perlu ditanyakan, kekuatan politik pengetahuan apa yang menguasai Eropa selama tiga (3) abad itu sampai sekarang yang dengan seenaknya menarasikan abad-abad sebelumnya sebagai Abad Kegelapan? Bukankah, mengutip Lyotard (1992:91), sejarah abad pencerahan justru menumbangkan janji-janji narasi besarnya sendiri (reason, enlightenment, progress)?

๐—ž๐—ฒ๐—ฑ๐˜‚๐—ฎ, dalam ๐˜ผ๐™ฃ ๐˜ผ๐™ฃ๐™จ๐™ฌ๐™š๐™ง ๐™ฉ๐™ค ๐™ฉ๐™๐™š ๐™Œ๐™ช๐™š๐™จ๐™ฉ๐™ž๐™ค๐™ฃ๐™จ: ๐™’๐™๐™–๐™ฉ ๐™ž๐™จ ๐™€๐™ฃ๐™ก๐™ž๐™œ๐™๐™ฉ๐™š๐™ฃ๐™ข๐™š๐™ฃ๐™ฉ? (1784), Kant sering kali mengaitkan pencerahan dengan ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฅ/๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ด๐˜ค๐˜ฉ๐˜ฉ๐˜ฆ๐˜ช๐˜ต yang berarti sebuah proses perubahan sejarah yang memengaruhi eksistensi sosial politik seluruh umat manusia di dunia. Padahal, bagi Foucault, itu terlalu berlebihan karena yang terjadi adalah pencerahan sebagai sebuah kewajiban yang ditentukan bagi individu-individu tertentu saja (Rabinow, 1984) dan bukan bagi semua manusia.

๐—ž๐—ฒ๐˜๐—ถ๐—ด๐—ฎ, melanjutkan kegelisahan Foucault dalam esainya ๐™’๐™๐™–๐™ฉ ๐™ž๐™จ ๐™€๐™ฃ๐™ก๐™ž๐™œ๐™๐™ฉ๐™š๐™ฃ๐™ข๐™š๐™ฃ๐™ฉ?, saya sendiri merasa penasaran: mengapa modernitas sebagai salah satu watak abad pencerahan tidak dibayangkan sebagai sebuah sejarah perilaku hidup melainkan sekadar periode sejarah semata? Padahal, dalam kenyataannya, manusia modern dalam abad pencerahan bukanlah manusia yang berupaya menemukan dirinya, rahasia-rahasia dan kebenarannya yang tersembunyi; melainkan manusia yang mencoba menciptakan dirinya sendiri.

Dengan kata lain, modernitas sesungguhnya tidak โ€œmembebaskan manusiaโ€ melainkan memaksa manusia berhadapan dengan tugas baru: memproduksi dirinya sendiri.

๐—ž๐—ฒ๐—ฒ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐˜, cukup sering disebut bahwa pencerahan identik dengan dikotomi pengetahuan versus kebodohan, rasionalitas versus irasionalitas, pengalaman versus prasangka, dan seterusnya, yang disimbolkan melalui peralihan dari โ€œkegelapanโ€ menuju โ€œcahayaโ€.

Namun jika kita melihat abad ke-19, di situ yang terjadi bukan relasi terang versus gelap, pengetahuan versus kebodohan; melainkan perjuangan berbagai jenis pengetahuan yang jamak (Foucault, 2003:179). Mengapa perspektif ini tidak muncul dalam buku-buku sejarah dan filsafat di Indonesia?

Halaman selanjutnya >>>
Hans Hayon
Latest posts by Hans Hayon (see all)