Pembuktian Zombie dan Serangan Lanjutan pada Materialisme

Pembuktian Zombie dan Serangan Lanjutan pada Materialisme
©Haiku Deck

Keberadaan zombie adalah sesuatu yang mungkin.

Beberapa waktu lalu saat saya menulis “Mempertanyakan Materialisme“, ada beberapa orang menentang tulisan saya ini, menganggap tulisan saya keliru dalam banyak hal. Ya, tentu saja, saya kurang tajam dalam tulisan tersebut dalam menjelaskan apa-apa yang saya maksud.

Setelah beberapa hari terakhir saya membaca buku logika dan catatan soal logika, dan kemudian menyinggung sedikit soal logika modal, saya dapat menjelaskan lagi soal poin per poin saya tentang materialisme dengan mengikuti tradisi analitik dengan meminjam senjata argumen David J Schalmers dalam “The Conscious Mind” tentang zombie.

Baik, mari kita mulai.

Kita definisikan dulu, apa itu zombie yang dimaksud? Sederhananya, zombie yang dimaksud di sini adalah sekumpulan entitas hipotetis yang serupa secara dengan manusia tanpa memiliki pengalaman subjektif berupa qualia. Sederhananya, zombie bisa menangis karena sedih tanpa betul-betul tahu “seperti apa itu rasanya sedih” (ada hubunganya dengan Whats is like to be a bat-nya Thomas Nagel).

Serupa dalam segala hal dengan manusia minus perasaan “seperti apa rasanya….” Di sini mungkin zombie dapat disamakan dengan gambaran robot yang punya kecerdasan buatan sanggup melakukan dan bertindak seperti manusia hanya saja tidak punya perasaan “seperti apa rasanya….”

Lanjutannya. Bagi saya, keberadaan zombie adalah sesuatu yang mungkin. Dan dalam hal ini, saya beralih pada logika modal. Sederhananya saja, logika modal itu berbicara tentang kemungkinan dan keniscayaan.

  • Keniscayaan adalah sesuatu yang berlaku dalam seluruh dunia yang mungkin.
  • Kemungkinan adalah sesuatu yang berlaku dalam sebagian dunia yang mungkin.
  • Dunia yang mungkin adalah dunia-dunia yang bisa kita pikirkan dalam bentuk yang berbeda dengan bentuk kita sekarang tanpa adanya kontradiksi logis.

Contoh: gajah yang bisa terbang. Keberadaan entitas semacam itu adalah hal yang mungkin saja ada dalam sebuah dunia mungkin yang lain. Karena toh tidak ada kontradiksi logis apa pun dari gajah yang terbang (bisa saja ada sebuah dunia dengan alur evolusi yang menghasilkan seekor gajah yang bersayap dan dapat terbang).

Contoh lain: lingkaran mustahil bersudut. Hal ini berlaku dalam seluruh dunia yang mungkin karena jelas inversinya, yaitu lingkaran mungkin bersudut adalah suatu proposisi yang memiliki kontradiksi logis. Karenanya, lingkaran mustahil bersudut adalah suatu hal yang niscaya sedangkan gajah terbang adalah suatu hal yang mungkin.

Sekarang, dengan pemahaman itu, terapkan pada Zombie. Dengan definisi yang sudah saya paparkan, suatu entitas yang mirip manusia dalam segala hal minus qualia, adalah hal yang tidak kontradiktif secara logis. Karenanya, entitas semacam ini bisa saja ada dalam suatu dunia mungkin yang lain dan karenanya entitas ini adalah entitas yang mungkin.

Dari sini dapat kita tarik rumusan sederhana: Keberadaan zombie adalah keberadaan yang mungkin.

Sekarang kita lanjutkan lagi. Bagi saya, sesuatu yang mungkin secara epistemologis (dapat dipikirkan) adalah mungkin pula secara ontologis (memiliki keadaan atau keberadaan).

Contoh: gajah yang terbang adalah sesuatu yang mungkin secara epistemologis sebagaimana yang sudah saya paparkan di atas. Maka, keberadaan gajah semacam ini juga mungkin secara ontologis. Artinya, dalam sebagian dunia yang mungkin gajah yang terbang adalah sesuatu yang memiliki wujud nyata akan keberadaannya dan bukan sebatas ada sebagai ide.

Mengapa saya mengatakan sesuatu yang mungkin secara epistemologis adalah mungkin juga secara ontologis? Jawabannya karena saya berpikir dalam format “dunia yang mungkin”. Dalam artian, apa yang ada secara epistemologis itu adalah mungkin juga secara ontologis sejauh dalam dunia mungkin yang lain yang berbeda dengan dunia kita selama tidak ada kontradiksi logis apa pun.

Nah, berdasarkan pemahaman tersebut, kita terapkan dalam melihat kasus zombie di atas. Oleh karena zombie adalah sesuatu yang mungkin secara epistemologis, dia pun mungkin secara ontologis. Sederhananya: Zombie adalah mungkin secara ontologis.

Sekarang barulah kita masuk ke dalam masalah materialisme (atau dalam term analitik “fisikalisme”).

Secara definisi dalam tradisi analitik, fisikalisme adalah paham yang menganggap bahwa sifat-sifat mental dipengaruhi secara mutlak dan dependent pada sifat-sifat fisik. Artinya, hal-hal semacam kebahagiaan, rasa puas, sedih, marah semata-mata adalah produk dari aspek-aspek fisik semata.

Pengaruh ini bersifat ontologis di mana aspek mental secara mutlak dipengaruhi oleh susunan fisik, pun secara epistemologis di mana aspek mental secara mutlak dapat dijelaskan hanya dengan aspek fisik.

Nah, sekarang dengan mendasarkan pemahaman akan fisikalisme di atas, coba kita bandingkan dengan zombie di atas. Jika zombie memang betul ada, mestinya fisikalisme keliru. Mengapa demikian? Karena secara definisi zombie adalah entitas mirip manusia minus qualia, sedangkan kalo zombie adalah entiras mirip manusia, maka semestinya dia punya qualia seperti manusia, karena berdasarkan pemahaman akan definisi fisikalisme, aspek fisik mestinya memengaruhi aspek mental.

Namun, sebagaimana yang sudah kita bahas sebelumnya, entitas serupa manusia minus qualia mungkin ada, dan karena itu entitas dengan aspek fisik yang tidak memengaruhi aspek mental pun mungkin ada. Di sini letak kekeliruan fisikalisme itu. Atau kalau dalam pernyataan sederhana:

  • Jika zombie mungkin ada, fisikalisme keliru.
  • Oleh karena zombie mungkin ada, fisikalisme keliru.
Syahid Sya'ban
Latest posts by Syahid Sya'ban (see all)