Di tengah arus perubahan zaman, dunia jurnalistik di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin pelik. Salah satu isu yang menonjol adalah meningkatnya kriminalisasi terhadap wartawan. Fenomena ini tidak hanya mengancam kebebasan pers, tetapi juga memicu kecemasan di kalangan masyarakat yang menuntut informasi yang akurat dan transparan. Terkait dengan isu penting ini, lahir sebuah petisi yang ditujukan kepada Rektor Universitas Negeri Semarang (UNNES), Fathur Rokhman, untuk menghentikan kriminalisasi wartawan. Petisi ini mencerminkan harapan akan adanya perubahan positif yang mendamekan alam pemberitaan di Indonesia.
Petisi yang diluncurkan ini menjadi cerminan suara masyarakat, menggambarkan keresahan yang dirasakan oleh banyak pihak. Wartawan sebagai penjaga gawang informasi seharusnya dilindungi, bukan dijadikan objek persekusi. Keberadaan petisi ini bukan sekadar mengekspresikan protes, tetapi menghimpun harapan akan keadilan dan kebebasan berpendapat. Dalam konteks ini, Rektor UNNES menjadi figur penting yang diharapkan dapat memberikan perhatian terhadap masalah ini.
Sejarah mencatat bahwa kekuatan pers sangat vital dalam membangun masyarakat yang demokratis. Wartawan bukan hanya sebagai pelapor kejadian, tetapi juga sebagai penggerak perubahan sosial. Jika mereka terus-menerus mengalami intimidasi dan ancaman, maka keberanian dalam mengungkap kebenaran akan memudar. Oleh karena itu, petisi ini menekankan pentingnya melindungi hak-hak wartawan, khususnya di lingkungan akademis yang seharusnya menjadi bastion kebebasan berpendapat.
Sekolah tinggi, termasuk UNNES yang dipimpin oleh Fathur Rokhman, memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ekspresi. Pihak universitas diharapkan mampu menjadi contoh dalam memperjuangkan kebebasan pers. Dengan mendengarkan aspirasi yang diungkapkan melalui petisi ini, UNNES dapat menunjukkan komitmen untuk menjadi lembaga pendidikan yang berpihak pada kebenaran dan keadilan.
Namun, tantangan tidak datang dari luar saja. Dalam beberapa kasus, bahkan di lingkungan akademis sekalipun, kita dapat menyaksikan adanya pengabaian terhadap kebebasan berpendapat. Menjadi penting untuk mengevaluasi sikap dan kebijakan internal universitas yang mungkin secara tidak langsung turut berkontribusi pada persekusi wartawan. Oleh karena itu, membuka ruang diskusi yang inklusif dan mendorong pembelajaran mengenai hak-hak pers adalah langkah krusial.
Salah satu langkah yang dapat diambil oleh Rektor Fathur Rokhman adalah menggelar forum terbuka yang melibatkan mahasiswa, dosen, dan komunitas wartawan. Dalam forum ini, setiap suara berhak didengar, dan setiap pendapat dihargai. Dialog yang konstruktif akan membantu membangun kesadaran kolektif akan pentingnya melindungi kebebasan berekspresi. Pertemuan semacam ini juga dapat menjadi sarana untuk mengedukasi mahasiswa akan aspek etika dalam jurnalistik dan bagaimana seharusnya berkontribusi positif bagi masyarakat.
Dalam konteks lebih luas, dampak dari petisi ini tidak hanya akan terasa di UNNES, tetapi juga akan menjadi simbol harapan bagi rektor dan institusi pendidikan lain untuk lebih memberi perhatian kepada kebebasan pers. Ketika UNNES mengambil langkah nyata untuk melindungi wartawan, institusi lain akan termotivasi untuk mengikuti jejaknya. Negeri ini perlu perjuangan kolektif dari setiap elemen masyarakat, dan dukungan dari pemimpin akademis adalah salah satu komponen penting dalam mewujudkan perubahan.
Di sisi lain, penting untuk diakui bahwa Rektor Fathur Rokhman dihadapkan pada berbagai tantangan. Ada kalanya kompleksitas di seputar kebijakan pemerintah dan dinamika sosial memengaruhi keputusan yang diambil. Namun, dalam konteks kebebasan pers, Rektor memiliki kekuatan untuk berperan sebagai agen perubahan. Dengan mendukung petisi ini, bukan hanya mengangkat suara wartawan yang tereduksi, tetapi juga meletakkan fondasi untuk masa depan jurnalistik yang lebih etis dan seimbang.
Keberadaan petisi ini adalah seruan untuk bersatu. Ketika masyarakat awam bersatu untuk mendukung wartawan yang mengalami kriminalisasi, itu menandakan bahwa kita semua peduli akan keberlangsungan demokrasi. Sebagaimana yang telah disebutkan, mahasiswa, dosen, dan kami semua memiliki kedudukan yang sama dalam menjaga kebebasan ini. UNNES, sebagai institusi pendidikan, harus berperan aktif dalam melindungi para jurnalis yang berjuang menegakkan kebenaran.
Secara keseluruhan, petisi “Untuk Rektor UNNES Fathur Rokhman Stop Kriminalisasi Wartawan” bukan sekadar dokumen, melainkan sebuah gerakan untuk menciptakan kesadaran akan perlunya perlindungan hukum dan sosial bagi wartawan. Keberlanjutan dari gerakan ini sangat tergantung pada respon dari para pemangku kepentingan, terutama di lingkungan akademik. Petisi ini menggugah harapan, menggantikan ketakutan dengan keberanian, serta menjadikan UNNES sebagai pelopor kebangkitan semangat pers yang sehat dan berintegritas.
Kita berada di perimbangan yang krusial. Kita membutuhkan komitmen dari Rektor Fathur Rokhman untuk menghentikan kriminalisasi wartawan dan memberikan dukungan bagi mereka yang berjuang di garis depan kebebasan informasi. Sebuah bab baru sedang ditulis dalam sejarah kebebasan pers di Indonesia, dan langkah pertama bisa dimulai dari UNNES.






