Politisi Majene Cerdasnya Menggiring Isu Populis

Politisi Majene Cerdasnya Menggiring Isu Populis
©eNews

“Capek deh!” Begitulah jadinya kalau politisi Majene sering kali beronani pada setiap janji kampanye menjelang pemilu. Alih-alih meringankan beban rakyat, yang ada malah menambah penderitaan tiada batas.

Jabatan 5 tahun diucapkan atas nama pengabdian melalui sumpah serapah di atas kitab Suci. Benarkah sumpah itu berdasar pada rasa penderitaan rakyat? Semuanya harus diuji dan waktulah penguji yang paling setia. Biarkan melalui waktu kita dapat melihat semuanya terbentang secara nyata.

Dapatlah kiranya kita kembali mengingat sebelum pemilu serentak wakil rakyat DPR dan Presiden yang dilakukan tahun 2019. Para petinggi yang Mulia Daeng di Kabupaten Majene bersepakat melakukan perlawanan atas putusan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat Gubernur Ali baal Masdar yang dianggap secara sepihak menetapkan pembagian hak Participating Interest (PI) eksplorasi Minyak Gas (Migas) Blok Sebuku di Kawasan Pulau Lerelerekang.

Untuk Provinsi sebanyak 3 persen, Majene 1 persen, dan 1 persen lainnya akan dibagikan kelima Kabupaten lainnya di Sulawesi Barat (baca sulbarkita.com/demo_lerelerekang).

Bupati dan DPRD Majene bersatu atas nama kepantasan dan cinta pembagian, eh salah…. cinta tanah air. Mulailah di akukan mobilisasi kekuatan rakyat melalui pembagian tugas. Pemerintah eksekutif dalam hal ini dikomandoi Bupati Majene Fahmi Massiara (almarhum) dan wakilnya Lukman merapatkan barisan birokrat serta seluruh jajaran kepala desa.

Sedang pada tugas yang serampangan secara menyeluruh kepada rakyat Majene dilakukan oleh DPRD sebagai badan legislatif dan dikomandoi oleh Adi Akhsan (meskipun waktu itu sudah tidak menjabat lagi di DPRD) merangkul kekuatan mahasiswa dan elemen gerakan lain yang dianggap perlu dan penting.

Suara lantang mengudara bahwa hasil Lerelerekang merupakan hak bagi warga Majene lantaran Lerelerekang dianggap masuk pada teritori wilayah Majene. Mulailah isu populis disebarluaskan. Bundaran Kota Majene menjadi lautan manusia yang berdesak-desakan penuh dengan luapan emosi dari proraganda dan agitasi yang berhasil.

Hasil Lerelerekang yang dianggap cukup memuaskan nominalnya akan menambah PAD kabupaten dan tentunya akan berdampak positif terhadap pembangunan dan pembiayaan seperti penambahan kuota BPJS jaminan daerah secara gratis. Anggaran pendidikan akan ditingkatkan. Bahkan melalui dana itu siswa yang dianggap kurang mampu dapat melanjutkan pendidikan pada taraf perguruan tinggi melalui bantuan pemerintah Majene.

Itulah orasi pembuka dari aktivis tulen yang bernama Adi Akhsan (sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Majene dari Partai Golkar).

Memang sebelumnya melalui Peraturan Bupati Kabupaten Majene Nomor 32 Tahun 2014 menjadi dasar pembiayaan bagi siswa dan mahasiswa yang berprestasi, namun yang kurang mampu akan mendapatkan hak bantuan dari pemerintah daerah. Namun pada perealisasiannya dan pertanggungjawaban kepada publik sampai saat ini masih belum pernah terdengar siapa dan berapa orang yang sudah dibiayai oleh Pemda Majene selama peraturan itu diterbitkan.

Baca juga:

Bahkan saya pernah berkunjung ke Dinas Pendidikan Majene untuk sekadar berbincang mengenai informasi beasiswa yang disiapkan. Namun pada saat kunjungan yang diterima langsung oleh Pak Nurdin yang menjabat sebagai Kabid Ketenagaan menyampaikan bahwa jumlah dana beasiswa yang disiapkan oleh Pemda Majene berkisar 100 juta rupiah. Itu pun hanya bisa membiayai sekitar 7-10 orang. Ia berharap agar anggaran itu dapat ditambah.

Setelah itu saya meminta data penerima bantuan beasiswa itu, namun sampai hari ini data yang dijanjikan masih belum diberikan. Wajar saja kalau pertanyaan ini mengudara kembali. Alih-Alih data penerima beasiswa diberikan, data siswa dan mahasiswa secara menyeluruh saja saya kurang yakin.

Bahkan dalam pertemuan resmi pada kegiatan yang berlangsung di gedung aula Dinas Pendidikan pernah saya sampaikan secara langsung untuk melakukan pendataan kepada seluruh pelajar yang asalnya dari Majene, baik yang melanjutkan pendidikan di Kabupaten Majene maupun yang tersebar di beberapa perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Mengapa? Ya karena mereka itu aset daerah. Mereka itu masa depan Majene.

Perjuangan dengan balutan isu populis memang selalu hangat dan menyenangkan untuk para politisi sontoloyo. Mengapa tidak, isu populis membuat manusia kelabakan dan terbakar seperti rayuan jihad menjemput kematian yang menyenangkan. Patut diakui, isu populis bisa menjadi senjata ampuh bagi para pemangku kepentingan—selain dapat menjadikannya pahlawan di tengah rakyat, tentu pula dapat menaikkan popularitas sesaat menjelang pemilu.

Janji yang Tak Tertuntaskan

Dapatlah kita bertanya kepada wakil rakyat kita sekarang, “Kok diam-diam bae’? Gimana nih persoalan Lereklerekan? Kok hilang seperti kentut yang dibawa angin? Baunya hilang tapi membekas; sakit, kan? Sudahkah peningkatan kuota BPJS jaminan daerah bagi rakyat Majene? Sudahkah penambahan anggaran beasiswa daerah ditingkatkan?

Mungkin sekaranglah waktunya kita katakan sebagai rakyat kepada DPRD dan Bupati Majene untuk menyudahi omong kosong dan otak yang kosong. Waktunya melakukan pertanggung-jawaban secara moril apa yang hendak tuan-tuan sampaikan.

Semogalah Tuhan selalu memberi kesehatan sekaligus memberi tuan-tuan dan nyonya-nyonya yang terhormat Ingatan yang membekas setiap saat sebelum tidur yang nyaman.

Seperti tetuah Mandar, “Tarrare diallo tammatindo dibongi mappikkirri atuwoanna pa’banua.” Merdeka! Salam cinta dari saya Putra Mandar yang mondok di asrama Ammana I Pattolawali Yogyakarta.

Abd Muid