
Angkatan Muda Sekarang adalah naskah pidato Pramoedya Ananta Toer. Ia bacakan itu dalam acara “Pelantikan Anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD)”—bertempat di Gedung Trisula Perwari, Jakarta, 21 Maret 1999.
Dalam pidato ini, Pram menyimpan harapan penuh akan perubahan tanah air di tangan Angkatan Muda, dalam hal ini anggota PRD. Bahwa ketimbang angkatan-angkatan sebelumnya, Angkatan 45 dan 66, bahkan Angkatan 20-an, anggota PRD jauh lebih berkualitas. PRD lebih banyak memliki konsep pemikiran yang jauh ke depan (visioner), terutama konsep-konsep sosial-politik dan ekonominya yang terangkum dalam Demokrasi Kerakyatan.
Berikut naskah pidato lengkapnya yang Mimin rangkum dari unggahan Max Lane:
Angkatan Muda Sekarang
Salam Demokrasi!
Sekarang ini, di tengah-tengah Angkatan Muda yang menggelora, sungguh saya merasa berbahagia. Inilah peristiwa terpenting dalam hidup saya, yang saya dambakan sejak muda: menyatakan sendiri lahirnya Angkatan Muda sendiri yang tidak terbebani bombasme, rasional, korektif, kritis, dan yang semua itu terangkum dari ketegasan.
Adanya sejumlah anggota PRD yang entah di mana rimbanya karena diculik, juga yang ketahuan rimbanya, di penjara, sebagai korban permainan pengadilan model sekarang. Sekarang berada di tengah-tengah PRD yang beberapa di antaranya telah lolos dari penculikan. Malah saya sendiri adalah korban pertama penculikan 1959. Hanya tidak pernah menjadi berita.
Saya menilai Angkatan Muda, maksud saya PRD, mempunyai kualitas dengan nilai lebih ketimbang generasi-generasi sebelumnya. Langsung saja: sejak kanak-kanak, oleh Orde Baru, kalian dididik dengan kebohongan-kebohongan politis yang memalaikatkan Orde Baru dan mengibliskan semua lapisan masyarakat yang tidak membenarkannya. Dari sekolah dasar sampai universitas. Dan kalian telah mencampakkan kebohongan Orde Baru tersebut.
Kalian kiri, artinya kalian berpihak kepada rakyat, lapisan bawah masyarakat. Tepat, karena sepanjang sejarah rakyat, hanya makanan gurih bagi elite, kecuali masa Orde Lama, karena dalam kurun ini adalah kekuatan politik yang mendampingi mereka. Tumbangnya Orde Lama berarti mereka dan tanah air menjadi jarahan kapitalisme multinasional, bekerja sama dengan elite nasional sebagai herder-nya.
Baca juga:
- Tetralogi Buru, Roman Sejarah Indonesia Awal Abad 20
- Seni dan Politik, Sebuah Perjumpaan yang Diskursif
Mari kita bandingkan dengan Angkatan Muda tahun belasan. Mereka, para mahasiswa yang mendapat beasiswa dari pemerintah kolonial, bersama dengan para eksterniran Indiche Partij di negeri Belanda sana telah menemukan tanah air dan nasion-nya, dan mereka namai Indonesia. Suatu penemuan gilang-gemilang dan agung.
Sayang, cacatnya seimbang dengan keagungannya. Cacat itu adalah ketiadaan konsep politik dan anti-histori. Soalnya, nama Indonesia berarti Kepulauan India. Nama itu sendiri temuan sarjana Inggris, dipopulerkan oleh etnolog Jerman Adolf Bastian (1826-1905).
Nama India untuk Indonesia sekarang ini berasal dari perburuan rempah-rempah Maluku mulai akhir abad 15 oleh bangsa-bangsa Barat yang menyebabkan seluruh dunia non-Barat dijajah oleh Barat. Sedang rempah-rempah yang diperebutkan berasal dari Indonesia sekarang ini, tetapi dengan trade mark India.
Dalam kekuasaan Portugal, Indonesia bernama India Portugal. Dalam kekuasaan Belanda, Indonesia bernama India Belanda. Dan untuk mengakali agar pribumi tidak mengasosiasikan dengan India, nama ini tertulis: Hindia. Politik permainan kata.
Ada dugaan mengapa Angkatan Belasan memilih nama etnologi ini: menghindari dominasi Jawa. Sejarah telah melahirkan 2 nama untuk Indonesia sekarang, yakni Nusantara semasa kekuasaan Majapahit, yang artinya: Kepulauan Antara (dua benua); dan yang lebih tua lagi Dipantara semasa kerajaan Singasari, yang berarti: Benteng Antara (dua benua).
Nama yang belakangan ini sarat makna politik karena Raja Singasari, Kertanegara, semasa pemerintahannya, membuat persekutuan-persekutuan militer dengan kerajaan pantai Asia Tenggara untuk menghadang ekspansi Kublai Khan dari Utara. Dan sampai sekarang, belum ada suara, suara saja, yang menghendaki pengoreksian.
Ketimbang Angkatan 20-an dengan Sumpah Pemuda-nya yang juga gemilang, PRD lebih banyak mempunyai konsep pemikiran yang lebih jauh. Tentu, karena sampai dengan tahun 20-an, jumlah penduduk yang bisa baca tulis belum lagi 3½ persen.
Meningkatnya jumlah non-buta huruf baru mulai pada masa kemerdekaan nasional. Berdasarkan statistik ini, kita bisa memaklumi kekurangan Angkatan Muda masa lalu.
Halaman selanjutnya >>>
- AdSense for Search, Fitur Penelusuran Istilah Terkait untuk Laman Konten - 17 Februari 2022
- AddToAny Share Buttons, Peningkat Traffic dan Engagement Terbaik - 3 Februari 2022
- Menggunakan Google Analytics; Panduan bagi Pemula - 2 Februari 2022