
“Kita sudah menyatakan ini negara demokrasi. Kita harus menghormati kebebasan berpendapat.” ~ Presiden Jokowi
Nalar Politik – Terkait dengan kepuasan publik terhadap bidang hukum, Presiden Jokowi mengingatkan jajaran kepolisian agar hati-hati dalam bertindak. Hal ini dikhawatirkan mengingat indeks kepuasan publik, utamanya untuk kebebasan berpendapat di Indonesia pada 2021, mulai menurun.
“2019, 2020 naik. Tapi masuk ke 2021, turun sedikit. Hati-hati,” kata Jokowi dalam acara Pengarahan Presiden RI pada Apel Kepala Kesatuan Wilayah (Kasatwil) Tahun 2021 di Bali, Jumat (3/12).
Ia menekankan penegakan hukum harus tanpa pandang bulu. Siapa pun yang terbukti melakukan tindakan kejahatan terhadap negara juga masyarakat harus dilibas.
“Ini dilihat masyarakat lho. Masyarakat itu menilai, dan persepsi kepuasan publik itu tercermin dalam setiap survei. Artinya, yang sering saya sampaikan, ya memang ketegasan harus.”
Meski demikian, ketegasan harus tetap memperhitungkan kebebasan berpendapat. Jokowi mewanti-wanti jangan sampai kepolisian asal main tangkap saja. Bahwa pendekatan yang harus dibangun oleh kepolisian, di mana pun, adalah persuasi dan dialog.
“Contoh kecil-kecil saja, mural dihapus. Saya tahu, enggak mungkin itu perintahnya Kapolri, enggak mungkin. Perintahnya Kapolda? Juga enggak mungkin. Perintahnya Kapolres? Juga enggak mungkin. Itu sebetulnya urusan di Polsek, yang saya cek di lapangan. Tapi nyatanya dihapus.”
Jokowi pun mengaku tidak setuju dengan penghapusan mural.
“Urusan mural saja, ngapain sih? Wong saya dihina, saya dimaki-maki, difitnah, sudah biasa. Ada mural saja takut. Ngapain?”
Tapi kalau menyebabkan ketertiban masyarakat di daerah menjadi terganggu, jelas Jokowi, hal itu beda soal.
“Yang kritik, dipanggil. Mengkritik, dipanggil. Kalau mengganggu ketertiban, ya silakan. Tapi kalah enggak mengganggu, jangan dipanggil. Kita sudah menyatakan ini negara demokrasi. Kita harus menghormati kebebasan berpendapat. Serap aspirasinya.”
Baca juga:
- Kritik Mural, Ketakutan bagi Polisi atau Presiden?
- Elsam Dorong DPR Optimalkan Fungsi Jaminan Kebebasan Berpendapat