
Saya selalu suka sejarah. Dulu ketika belajar matematika, saya sering menggali kenapa konsep-konsep matematika itu bisa ada, bagaimana mula-mula kemunculannya. Kebiasaan saya ini saya lakukan sejak saat saya kuliah.
Entah mengapa saya merasa dengan tahu sejarahnya, saya terbantu memahami konsep yang saya pelajari. Saya jadi bisa mengikuti benang merah kenapa dan dari mana ide-ide itu bermula. Dan lebih-lebih lagi saya jadi merasa senang mempelajarinya.
Dulu ketika kegiatan micro teaching atau PPL, nilai saya selalu baik. Bahkan seorang dosen yang terkenal sangar pun mau memberi saya nilai A. Hanya ada 3 orang dari 30 orang yang dibimbing yang mendapat nilai A.
Kata beliau, ada yang tidak biasa dari saya mengajar matematika, yaitu bagian apersepsi yang unik dan melibatkan sejarah. Itu mungkin yang menyebabkan nilai saya paling tinggi. Sebab saya tahu tidak banyak yang melakukannya.
Saat jadi guru, saya nyaris selalu menyertakan sejarah konsep matematika yang itu bermula. Sebab harus saya akui ada beberapa konsep yang sulit dijelaskan ke siswa SMP. Entah saya ceritakan atau saya minta mereka mempraktikkan. Selalu senang melihat mereka berantusias.
Semua orang pada dasarnya menjadi anak-anak kembali di hadapan sejarah. Sejarah yang mengawali pembelajaran itu membantu mendekatkan konsep matematika yang abstrak kepada siswa. Mereka jadi merasa apa yang mereka pelajari adalah sesuatu yang mereka butuhkan.
Saat S2, kesempatan belajar saya terbuka makin lebar. Makin banyak buku-buku luar yang bisa saya baca.
Suatu hari, ketika menunggu antrean untuk bimbingan tesis, saya melihat-lihat buku di rak dosen saya. Buku itu tentang sejarah matematika. Dosen saya yang tahu saya tertarik langsung membukan almari dan menawarkan kepada saya, “Mau pinjam?”
Baca juga:
Saat itu saya menolak sopan, “Tidak, Pak. Terima kasih. Saya foto saja covernya,” sambil membatin semoga nanti ada di situs download favorit saya.
Ketika belajar analisis buku, saya berkesempatan melihat dan mempelajari bagaimana struktur buku matematika luar negeri seperti buku dari Australia atau Inggris. Jelas dari dua negara itu. Sebab kemampuan kami mentok di bahasa Inggris.
Saya langsung tahu bahwa banyak sekali apersepsi yang berkaitan dengan sejarah di buku-buku luar negeri. Bahkan buku-buku SD pun ada muatan history highlights. Semacam pengantar untuk mengenali bagaimana gagasan sebuah konsep bermula.
Makin saya pelajari bagaimana cara belajar dan mengajar matematika yang benar, makin yakin manfaat sejarah matematika. Dulu saya mempelajari sejarah matematika karena kesukaan semata. Saya melibatkannya dalam pembelajaran karena saya rasa penting.
Tak ada kewajiban yang mengharuskan, tak ada dalam RPP saya, saya pun tak tahu teori yang menyatakan pentingnya akan hal itu. Hanya firasat saja, sebab saya melihat ketertarikan di wajah siswa saya. Eh ternyata menurut buku-buku pembelajaran matematika yang saya baca, sejarah matematika memang bermanfaat membantu seseorang mempelajari konsep baru dalam matematika.
Yang paling baru, dalam buku “A Mind For Number”, Barbara Oakley mengatakan, “Kalau sedang mentok belajar matematika, cobalah untuk cari tahu siapa yang menemukan metode (juga berarti konsep) pertama kalinya. Cobalah bagaimana memahami bagaimana ide itu bermula.”
Nah kan, ternyata apa yang saya lakukan emang secara teori pun juga benar. Apalagi bagi siswa yang kurang antusias. Ini bisa menjadi jembatan antara dunia matematika dan dunia siswa.
Jadi, jangan sekali melupakan sejarah.
Baca juga:
- Semua Anak Suka Belajar, tapi Benci Dipaksa Belajar - 31 Agustus 2022
- Membaca Adalah Kemewahan - 29 Agustus 2022
- Nilai Matematika Tidak Penting - 26 Agustus 2022