
Untuk: Seroja Ainun Nadhifah
Ada hal yang hanya bisa selesai dengan diam
Diam yang bukan enggan,
Diam yang bukan acuh,
Diam yang menyaringkan suara, menundukkan garis dan lambang belaka
Diam sebagai perantara meditatif
Bahasa hening yang hendak mempertemukan dengan Tuhan
Dengan hening, kemewahan tercipta
Dengan diam, tuhan lekat dirasa
Selamat tidur, Nadif!
Dari tidurmu kuharap kau menjajaki ruang gulita
sendiri, biarkan saja
bukankah kau itu Seroja?
Darimu, kutitipkan asa
Nyaringkan diammu
Diammu, nyaringkan
Jemputlah ia disana
Yang menjuntai tak sabar buat ranum segera
Jemputlah!
Cinta
Ketika cinta dipahami sebagai jalan pintas,
maka yang kau temui hanyalah konotasi
Sebab, denotasi cinta sendiri
terlahir dari permenungan panjang
oleh pengulangan rasa sakit, kecewa,
dan segala rasa yang membuat hati tersayat
Hingga kau berada pada sensasi
dimana rasa sakit itu bukan luka lagi, bukan duka lagi
disanalah cinta dalam hatimu bersemi
Drama Siang Tadi
Siang tadi… Ditengah gilanya terik matahari
Aku melihat anak kecil
Berbaju kumal
Tubuhnya dekil
Di seberang jalan samping pertokoan
Ia meronta.. Ia menangis
Merajuk ibunya yang
Memanggul sekarung barang-barang bekas
Yang juga sama kumalnya
Menunjuk-nunjuk boneka..
Yang tak kuasa ia dapatkan
Ibunya bingung… Tak tau harus bagaimana
Ibunya bingung.. Harus mengadu pada siapa
Ibunya bingung.. yang hanya berakhir dengan tetesan air mata
Ia sukses menarik perhatian khalayak
Termasuk aku didalamnya
Ya.. Hanya menarik perhatian.. Namun belum kasih sayang
Lihatlah.. Mereka.. Dan lihatlah aku
Hanya mampu memandang.. Yang lain Sibuk berbisik..
Aku pun hanya terenyuh… Sebatas kasihan
Jahatkah mereka? Jahatkah aku?
Yang hanya bisa memandang… Namun
Bertanya “kenapa, bu?” itupun masih tertahan
Tuhan…
Lihatlah.. Kami masih hina pada sesama hamba
Itu rutukku dalam hati saat aku meninggalkan drama siang tadi
Tuhan…
Naifnya kami.. Yang angkuh pada kalangan sendiri
Saat aku ingin berbalik.. Ingin berbaik hati
Mereka tak terlihat lagi..
Tuhan…..
(aku tertunduk.. Menitikan buliaran air.. Mengutuk diri)
Kehilangan
Aku kehilangan
Sebuah benda yang menjadi jeda kita
Dalam jarak yang terbentang jejak
dan waktu yang habis-habisan mengulum rindu
sebagai saksi
tentang janji
Dan pembuktian di kemudian hari
Sebuah benda berwarna coklat tua
Yang sejatinya tak sarat makna
Namun dalam sejarah, tentu bermakna sebaliknya
Karena aku, dirimu dan percakapan waktu itu
terlingkar dalam setiap denting detik
Yang berbunyi dalam desing mesinnya
Aku takut,
Tidak!, bukan hilangnya benda yang ku takuti
Namun harga sebuah percaya
Merupakan pertaruhan hidup-mati
Mengabadikan Kerisauan
(Untuk Seroja Ainun Nadhifah dan halimatus Sa’diyah)
Ada sedikit nestapa,
lalu logika membisikiku seraya berkata:
“kau baik-baik saja,”
katamu kala itu
hingga pada dirimu yang lain, ada hal yang mengganggu dan membuatmu kembali berseru
‘kuingin memenjarakan waktu’
seketika yang kulihat tak hanya guratan pena
namun cemas yang membuat wajahmu pias,
terlukis jelas disana
jangan dikekang,
biarkan saja ia terus berlalu
tak perlu risau,
kita kan tetap menjadi serdadu
dan abadi dengan beribu diksi
dia yang lain menyahut,
kata-katanya menjelma perkasa
“Yang fana adalah waktu, kita abadi,”
kata sapardi dalam sajaknya
Waktu hanyalah bagian dari sejarah
yang bisa saja musnah:
Benak yang musnah dari jejak, lenyap dari tapak
Tapi boleh jadi, bagiku waktu adalah tatal
yang merangkai, yang menyanggah, dan yang menopang keabadian
dari yang tersisihkan
itu aku, kamu?
kataku berhenti di titik itu
tinggallah kertas dan pena
yang terserak, tapi tak berjarak
menjadi saksi bisu
keengganan kita beranjak dari masa lalu
hingga tersadar satu hal,
kita dan waktu, adalah seteru
- Belajar dari Ruang Kelas Semesta - 9 Agustus 2021
- Cuma Statistik, Cuma Angka-Angka - 9 Agustus 2021
- Cara Agar (Masih) Bisa Bersyukur dan Mencintai Indonesia di Era Pandemi - 22 Juli 2021