Suara Sumbang Oposisi

Suara Sumbang Oposisi
©Geralt/Pixabay

Hampir semua kalangan oposisi minta agar proyek infrastruktur dibatalkan, terutama proyek ibu kota baru. Sepertinya mereka tidak pernah membaca APBN. Pada data APBN itu bukan rahasia. Sudah menjadi informasi publik dalam dan luar negeri.

Kalau diperhatikan, anggaran infrastruktur 2020 sebelum ada realokasi sebesar Rp423,3 triliun. Hampir separuh, yaitu Rp200,3 triliun ditransfer ke daerah. Sisanya untuk proyek yang berhubungan dengan daerah, seperti membangun bendungan, program rumah murah nasional, perbaikan jalan, dan penambahan jalan negara.

Itu pun untuk bandara dan rel kereta api, dananya dari pembiayaan anggaran atau utang. Sementara anggaran ibu kota baru RP2 triliun—lebih besar bantuan ormas yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta, Rp2,8 triliun.

Dengan adanya Covid-19, APBN tidak berkurang, malah bertambah. Sumber dana dari: pertama, sisa anggaran lebih (SAL). Semua rekening APBD dan APBN dari SAL dialokasikan untuk Covid-19.

Kedua, akumulasi dana pendidikan yang tadinya bersifat dana abadi juga dialihkan ke Covid-19.

Ketiga, dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu, seperti dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU), BP Migas, dan lain-lain.

Keempat, bahkan rencana tambah modal BUMN dibatalkan dan dialihkan ke Covid-19. Itu pun masih kurang. Makanya pemerintah terpaksa menerbitkan surat utang.

Oposisi mempertanyakan mengapa ABPN tidak dikurangi? Kalau APBN dikurangi, sementara ekspansi swasta melemah akibat krisis ekonomi, lantas siapa yang bisa menjamin ekonomi tetap jalan?

Tanpa investasi dan ekspansi, jutaan orang akan jadi korban PHK dan usaha bangkrut. Aset akan terdelusi akibat stuck. Orang kaya jatuh miskin dan orang miskin kelaparan.

Artinya, dalam situasi pandemi dan krisis ekonomi, di negara mana pun, pemerintah harus leading melakukan ekspansi agar mesin ekonomi terus berputar. Jadi, APBN/D tidak dikurangi, tetapi direalokasi ke Covid-19. Kalau kurang, ditambah. Itulah kebijakan Jokowi.

Kalau Jokowi berpikir populis dan utopia, bisa saja dikurangi APBN agar tidak tabrak pagu defisit, proyek semua dihentikan. Uang dihabiskan untuk dibagikan kepada rakyat dan perang Covid-19.

Tidak lama, tidak sampai setahun, uang pasti habis. Tapi, what next? Pasti chaos. Bendera tauhid berkibar untuk melahirkan perubahan sistem dan pemimpin populis.

*Salma Brecht

Baca juga:
Warganet
Latest posts by Warganet (see all)