Ternyata Ini Alasan UIN Jogja Harus Atur Mahasiswi Bercadar

Ternyata Ini Alasan UIN Jogja Harus Atur Mahasiswi Bercadar
Ilustrasi: Mahasiswi Bercadar

Nalar PolitikSetidaknya, dalam dua pekan ini, isu atur mahasiswi bercadar di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN Jogja) mengemuka. Pembicaraan tentangnya memanas di mana-mana, terutama di media massa dan sosial.

Awalnya, isu yang berkembang adalah soal upaya pembinaan mahasiswi bercadar. Isu tersebut kemudian berkembang lagi menjadi upaya pelarangan. Dan terakhir, isu ini memanas lantaran pernyataan rektorat yang akan memecat mahasiswi bercadar jika tak mengindahkan aturan yang sudah ditetapkan. Rektorat benar-benar ingin atur mahasiswi bercadar-nya.

Setelah ditelusuri lebih jauh, terungkap alasan UIN Jogja mengapa pihaknya merasa harus atur mahasiswi bercadar. Seperti dijelaskan Abdur Rozaki, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jogja, pengaturan itu lantaran komunitas Niqobis—salah satu perkumpulan mahasiswi UIN Jogja yang bercadar—mengadakan kegiatan provokatif.

“Mereka membuat kegiatan yang cukup provokatif di masjid UIN Sunan Kalijaga dengan membentangkan spanduk bertuliskan rangkul muslimah berhijrah dengan ukhuwah untuk tegakkan istiqomah,” terang Rozaki dalam Kontroversi Mahasiswi Bercadar di UIN Jogja.

Ternyata Ini Alasan UIN Jogja Harus Atur Mahasiswi Bercadar

Patut dimengerti memang, di tengah gelombang radikalisme keagamaan berbalut praktik intoleransi dewasa ini, tampaknya rektorat UIN Jogja mengambil inisiatif untuk berhati-hati. Mereka tentu tak mau jika UIN Jogja yang dikenal sebagai kampus pembaru Islam sampai diserbu dan dikuasai oleh orang-orang radikal yang tidak pada tempatnya itu.

Lihat Juga: Apa Salah Jika UIN Jogja Bina Mahasiswi Bercadar?

“Skripsi Muhammad Nur Ihsan (2017), Proses Transformasi Sosial Pengguna Cadar melalui Komunikasi Interpersonal dalam Membangun Relasi dengan Masyarakat, menghasilkan kesimpulan signifikan bahwa mahasiswi bercadar cenderung mengisolasi diri dalam pergaulan. Para orangtua mereka juga menentang anaknya yang memutuskan untuk menggunakan cadar,” terangnya kembali.

Sementara orangtua yang lain, lanjut Rozaki, umumnya tidak mengetahui jika anak-anaknya di kampus menggunakan cadar.

“Sekitar 6 tahun lalu, tenaga kependidikan di UIN Sunan Kalijaga juga pernah memperoleh informasi. Mahasiswi bercadar di salah satu fakultas menghilang tidak ada kabar yang membuat keluarganya resah.”

Waspada

Temuan-temuan di atas itulah yang kemudian menjadi salah satu acuan mengapa rektorat UIN Jogja mengambil keputusan untuk mengatur mahasiswi bercadar. Seperti dijelaskan Rozaki, rektorat merasa tidak arif jika hanya berdiam diri saja.

Karena itu, bersama civitas akademika lainnya, Rozaki memberi apresiasi dan dukungan sebesar-besarnya atas keputusan rektorat. Ia apresiasi upaya pendataan dan pembinaan kepada para mahasiswi bercadar di lingkungan kampus.

Lihat Juga: UIN Jogja Larang Mahasiswi Bercadar, Presiden Mahasiswa: Melanggar Kebebasan Individu

“Surat rektor tersebut, jika dilihat secara lebih seksama, sangat mengandung unsur kehati-hatian agar para mahasiswi yang bercadar tidak mengalami persekusi di kampus. Lebih dari itu, tidak ingin pula para mahasiswa terperangkap dalam jejaring gerakan keagamaan yang membahayakan dirinya dan menciptakan kekhawatiran bagi para keluarganya.”

Rektorat, dalam hal ini jajaran tenaga pendidik, dinilai Rozaki sebagai orangtua mahasiswa di kampus. Sehingga mereka dipandang punya tanggung jawab akan perlindungan bagi para mahasiswa tanpa terkecuali.

“Juga tanggung jawab untuk mengembangkan model keberagamaan yang visioner bagi para mahasiswa. Agar kelak mereka mampu memikul tanggung jawab kebangsaan yang disinari cahaya agama.”

___________________

Artikel Terkait: