
Tulisan ini berawal dari pemikiran penulis yang begitu membingungkan tentang jangkauan wilayah politik.
Konon saat ini merupakan tahun politik. Padahal sudah dari tahun kemarin ini (baca: tahun 2018) selalu saja jadi bahan (sangat) panas untuk kita bahas dalam wacana publik.
Sebenarnya wilayah politik itu merupakan wilayah kabur. Kabur karena kita tak bisa membedakan antara mana yang untuk kaum elite dan mana yang buat khalayak umum.
Kalimat sebelumnya itu berupa kalimat seolah-olah alias tidak jelas. Sederhananya, wilayah politik itu merupakan kekaburan antara yang privat (privasi atau pribadi) dan yang publik (umum atau sosial).
Salah seorang filsuf besar Barat pernah mengungkapkan bahwa dengan adanya yang privat itu sebenarnya merupakan bentuk pemberdayaan budaya kaum borjuis/orang kaya. Jika yang privat ini tidak ada, maka tidak ada lagi kemiskinan.
Namun, realitas semacam itu sangat sulit untuk kita lakukan. Bayangkan saja kalau tidak ada yang privat, semua harus mengikuti aturan publik, baik itu tata cara masuk toilet bahkan tata cara yang berbau sangat sensitif di atas tempat tidur. Pikir saja sendiri deh.
Tulisan ini paling tidak memperlihatkan beberapa tips dan trik dalam proses mengaburkan kedua wilayah tersebut.
Tips pertama: bertanya
Nenek moyang orang Yunani dulu sudah melakukan cara ini; Sokrates-lah pelakunya. Siapa yang tidak resah jika sering mendapat pertanyaan dari seseorang, apalagi filsuf sekaliber Sokrates? Ini tergambar dalam pertanyaan Sokrates pada Euthyphro, seorang yang sangat religius, “Apakah yang saleh (τὸ ὅσιον) dicintai oleh dewa karena saleh, atau itu saleh karena dicintai oleh para dewa?”
Orang yang religius itu bingung bagaimana jawabnya. Saking personalnya, dia malah dilema. Pertanyaan ini saking membawa kebingungan.
Baca juga:
- Kekaburan Wilayah Politik
- Evaluasi Publik Nasional atas Kondisi Ekonomi-Politik 2021 dan Harapan 2022
Wikipedia mencatat hal tersebut sebagai dilema Euthyphro. Jadi, triknya, tanya saja yang ada di dalam pikiran kita. Tentunya bertanya memiliki standar tertentu. Biasanya ada orang bertanya karena bukan rasa ingin tahu loh. Bisa saja politis, misalnya:
Anonim: Lagi ngapain, dinda?
Dinda: Lagi bicara sama orang tua.
Loh, ini pertanyaan anonim begitu mengusik privasi seseorang, sampai-sampai privasi dinda menjadi kabur. Pertanyaan seperti ini sudah ada katanya loh, PDKT.
Kalau tanya tentang info kejadian bencana atau beasiswa, itu biasa dan normal. Bertanya soal kabar pun begitu. Tapi kalau berkali-kali, kesannya seperti apa, ya?
Misalnya lagi:
Anonim: Kamu nanti milih siapa, aku atau dia?
Dinda: …
Pilihan, kan, urusan pribadi? Tak bisa kita paksakan…
- Tips dan Trik Mengaburkan Wilayah Politik - 3 Januari 2019
- Christopher McCandless, Antropolog yang Tak Menemukan Makna Kebahagiaan - 20 Desember 2018
- Fenomena Ibu Ratna - 16 Oktober 2018