Tocqueville dan Rumus Demokrasi Amerika

Tocqueville dan Rumus Demokrasi Amerika
©Art UK

Alexis Charles Henri Clerel de Tocqueville menulis bukunya Democracy in America (1835) melalui studinya selama sembilan bulan di Amerika Serikat (1831-1832). Dengan menggunakan penelitian lapangan secara induktif, Tocqueville kemudian mencari pertautan antara basis sosial dan praktik politik di Amerika Serikat, utamanya pertumbuhan demokrasi yang berjalan baik di Amerika.

Tocqueville menyodorkan satu pertanyaan kunci: mengapa demokrasi di Amerika berjalan dengan baik sedangkan di Eropa tidak?

Pertanyaan itu lahir tak lain dari perbandingannya terhadap sistem politik di Eropa yang saat itu terjebak dalam aristokrasi yang sangat feodal dan hierarkis. Ia kemudian melihat elemen-elemen kunci yang membedakan pertumbuhan demokrasi di Amerika dan Eropa.

Ia memulai jawabannya dengan konsep kesetaraan (equality) sebagai basis pertumbuhan demokrasi. Sebagai apresiasi terhadap kesetaraan, di awal pengantar bukunya, Tocqueville menulis:

Amongst the novel objects that attracted my attention during my stay in the United States, nothing struck me more forcibly than the general equality of conditions (1835:31).

Adapun gagasannya tentang kesetaraan berangkat dari Revolusi Industri yang sedang terjadi di Eropa dan Amerika. Revolusi Industri telah memecah ketertinggalan Eropa dan Amerika menjadi individu-individu yang merdeka. Kondisi ini kemudian mendorong munculnya gagasan tentang kesetaraan (egalite). Salah satu gagasan yang kelak tersemaikan bersama kebebasan (liberte) dan persaudaraan(fraternite).

Berangkat dari konsepnya tentang kesetaraan, Tocqueville kemudian mendefinisikan demokrasi di Amerika Serikat. Bahwa dimensi kesetaraan di Amerika berjalan cukup baik dibanding di Eropa. Tak lain karena pengaruh gaya feodalistik yang masih berakar kuat.

Akar Pertumbuhan Demokrasi di Amerika

Meskipun Tocqueville meneliti sistem politik (demokrasi) di Amerika, ia selalu berangkat dari kondisi sosial lalu menghubungkan pengaruhnya bagi tumbuh-kembang demokrasi. Katanya:

I readily discovered the prodigious influence which this primary fact exercises on the whole course of society, by giving a certain direction to public opinion, and a certain tenor to the laws; by imparting new maxims to the governing powers, and peculiar habits to the governed (1830:32).

Dari penelitiannya itu, Tocqueville kemudian memasukkan beberapa hal yang sangat mendukung tumbuhnya demokrasi di Amerika, di antaranya:

Baca juga:

1. Geografi Amerika

Menurut Alexis, pertumbuhan demokrasi Amerika menjadi baik karena terbantukan oleh letak geografisnya yang berjauhan dengan negara-negara diktator proletariat yang kuat. Berbeda dengan Inggris, misalnya, di Eropa, yang selalu terdampak gejolak negara-negara seperti Prusia dan Jerman di sekitarnya.

Ketidakstabilan di negara-negara itu mengganggu karena kapan saja bisa terjadi perang. Sedangkan, Amerika cukup terhindar dari kekhawatiran akan perang dan instabilitas politik.

2. Tradisi Masyarakat Anglo-Amerika

Masyarakat Amerika sangat menjunjung tinggi kesetaraan. Selain ada kebetulan sejarah—di mana warganya memiliki bahasa yang sama—juga ada kesetaraan yang berkaitan dengan kepemilikan hak setiap warga negara. Misalnya, praktik kesetaraan dalam bertani dan mengelola tanah yang kaum imigran di Pesisir Utara Amerika (New England) lakukan.

Meskipun masih ada jejak Artistokrat di sana, itu sangat lemah. Berbeda dengan para Aristokrat di Eropa, mereka di Amerika saat itu justru tidak mendapat keistimewaan. Aristokrat masyarakat Anglo-Amerika justru berbaur dengan para budaknya/petaninya. Mereka bahkan tidak memiliki penyewa/pendukung sehingga tunduk pada hukum yang mengatur pembagian tanah yang setara.

Penekanan pada kesetaraan ini tidak menekan kebebasan, melainkan bertujuan untuk memberikan kebebasan bagi setiap karena setara. Ketika semua orang setara, ia otomatis memiliki kebebasan sebagai warga negara. Dalam kondisi tertentu, kebebasan yang berbasis pada kesetaraan ini turut memudahkan terbentuknya ikatan-ikatan sosial di antara warga di Amerika.

3. Masyarakatnya Senang Berorganisasi

Meskipun ada kebebasan, asas kesetaraan masih terjunjung tinggi. Warga Amerika independen terkait hak pribadi mereka. Namun, pada saat yang sama, mereka patuh pada semangat kolektif di komunitas.

Orang Amerika seperti memiliki kultur untuk membangun asosiasi, baik atas nama kepentingan apa pun: kelompok politik, aliran, hobi, maupun hal-hal keseharian. Ini yang memudahkan warga Amerika punya budaya organisasi yang kuat. Ini berbeda dengan di Eropa, di mana tak ada jaminan yang lebih pasti untuk bersama selain semangat lokal, meskipun juga dengan sangat sulit.

Hal lain yang membedakan kultur Amerika adalah ada semacam doktrin bahwa setiap orang tidak berhak mengontrol tindakan seseorang, selama itu tidak merugikan kepentingan publik. Doktrin terkait kepemilikan atas kepentingan publik ini kemudian menjiwai mereka dalam membangun ikatan sosial. Mereka lebih mengutamakan apa yang menjadi kepenting bersama, karena tradisi berasosiasi yang kuat.

Tradisi berasosiasi ini penting sebagai penyeimbang, untuk menghindari pemusatan kekuasaan atau konsensus sepihak oleh kelompok-kelompok yang merasa dirinya dominan.

Selain untuk menghindari tirani mayoritas, tradisi berasosiasi masyarakat Amerika juga mendorong keterlibatan politik warga negara secara aktif dalam politik. Selain untuk mendorong adanya partisipasi, hal terpenting adalah demi menghindari apati, karena tidak terlibat dalam proses-proses politik.

Halaman selanjutnya >>>

Ardiman Kelihu