Top of Mind Awareness; Strategi Pencitraan ala Anies Baswedan

Top of Mind Awareness; Strategi Pencitraan ala Anies Baswedan
©detikNews

Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah mulai tercium. Beberapa partai politik sudah berkemas-kemas untuk melenggang di Senayan mendatang. Mereka melakukan segala kemampuan untuk membawa partainya menuju kedudukan yang apik. Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden pun menjadi wacana hangat (dan terus berlanjut) dalam perpolitikan saat ini.

Jagat dunia maya kian dipenuhi oleh beberapa statemen ihwal calon presiden yang akan datang. Survei di sana-sini sudah dilakukan untuk mengetahui dan memastikan kelayakan mengenai siapa yang akan memakai atribut sebagai orang nomor satu Republik Indonesia selanjutnya. Partai-partai politik pun telah menggunakan segala siasat untuk menaikkan elektabilitas.

Setidaknya beberapa nama sudah mulai muncul ke permukaan, dari kalangan jenderal, pengusaha, dan politisi-politisi yang namanya sudah tidak asing kita dengar, seperti; Prabowo, Anies, Puan, Ganjar. Nama-nama yang konon akan memperebutkan kursi kekuasaan RI selanjutnya. Bahkan, partai Nasdem sendiri—di bawah kendali Surya Paloh—secara optimis mengusung Anies Baswedan sebagai Calon Presiden.

Sebuah Pencitraan

Kenyataan bahwa Anies akan melenggang dalam kontestasi politik 2024 tersebut membuat mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjadi perhatian banyak orang. Terlebih ketika beberapa komentar dan kritik Anies ihwal beberapa kebijakan yang ada saat ini. Beberapa kali Anies memang terlihat menyentil pemerintah dengan beberapa kritikan, yang menurut saya wajar secara redaksi.

Sebut saja bagaimana sikap Anies ketika menanggapi isu marjinalisasi kebebasan sebagai suatu materi Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sebagaimana komentar publik secara umum, Anies blak-blakan menuding pemerintah sudah berleihan dalam mengatur kebebebasan dan membatasi demokrasi. Seperti yang disampaikannya dalam sebuah Podcast di kanal Youtube R66 Newlitics bersama Imam Priyono dan Hendri Satrio. Dengan adanya UU ITE—kata Anies—pemerintah seakan mematikan kritik.

Stetemen tersebut mengundang beberapa respon miring dari beberapa pihak, mulai dari salah politikus Golkar, Ace Hasan Syadzily hingga Jubir PKB, Dira Martamin juga turut mengomentari. Sebagaimana dilansir dari Pinterpolitik.com, Ace Hasan menyebut Anies hanya asal bicara, dan Dira Martamin menyebut Anies sebagai Thanos karena menganggap bahwa dirinya seolah paling benar.

Mari menilik sebentar dan kembali ke tahun 2020 kemarin. Anies juga membuat publik berada dalam perdebatan yang agak memanas. Postingan dirinya yang sedang nyantai dan membaca buku How Democracies Die mengundang kontradiksi di tengah-tengah publik. Sampai pada Idul Adha kemarin, penyerahan hewan kurban Anies dengan nomor urut 024 telah menjadi buah bibir.

Kemarin, satu hari sebelum tulisan ini dibuat, saya juga tidak sengaja melihat Anies membuat pernyataan mengenai hari Ibu. Video ini saya dapat dari salah satu stori WhatsApp teman saya. Cukup berbeda dengan ucapan hari ibu kebanyakan (yang bagi saya agak klise), Anies justru membumbuinya dengan pernyataan yang cukup unik, dan barangkali saya menganggapnya agak politis.

Baca juga:

Bagaimana tidak, dalam video berdurasi kurang lebih satu menit itu Anies tidak hanya memberikan ucapan hari ibu, dia juga mengajak ibu-ibu di seluruh Indonesia terutama untuk membimbing anak-anaknya agar tidak menjadi pribadi yang korup. Tak ketinggalan, dia juga menjelaskan mengenai bahaya korupsi dan perlunya untuk ditinggalkan.

Jika pernyataan Anies itu digunakan oleh masyarakat umum, pendakwah, influencer, atau mungkin pengamat politik, mungkin akan terlihat biasa. Namun, di sini, orang-orang—termasuk saya sendiri—menganggapnya sebagai argumentasi yang bullshit dan untuk meyakininya memerlukan tingkat husnudzan yang tinggi.

Kedudukan Anies Baswedan sebagai politisi—yang juga menjadi calon presiden—membuat pernyataan dramatis itu agak hambar. Sekalipun bumbu bahasa dan retorika yang digunakannya cukup menawan. Namun, semua orang pasti bisa menebak alasan Anies membuat video demikian. Seperti seorang anak kecil yang biasanya nakal tiba-tiba berbuat manis, pasti ada maunya. Begitu juga dengan politisi dengan segala kepentingannya.

Namun, apapun itu, sebenarnya apa yang dilakukan Anies—bagi saya—adalah cara dia menunjukkan dan membuat personal brandingnya. Anies ingin membentuk persepsi orang-orang terhadap dirinya, pastinya dengan persepsi yang positif. Dia ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa dia adalah capres yang berintegritas baik. Ini yang mungkin disebut Gus Gaffar Karim sebagai salah satu kebutuhan politik elektoral.

Schweiger (Pinterpolitik, 2022) menyebut bahwa kandidat yang  selalu memberi kesan dan sering diperbincangkan sangat memiliki peluang besar untuk menang dalam sebuah kontestasi. Publik akan selalu menaruh perhatian dengan pencitraan-pencitraan yang dilakukan (meskipun mungkin terkesan negatif).

Inilah yang disebut sebagai strategi Top of Mind Awareness. Jika dianalogikan dalam praktik ekonomi, strategi ini seperti Brand Awareness. Brand yang sebenarnya biasa-biasa saja namun selalu diiklankan akan menjadi brand yang akan muncul pertama kali di pikiran untuk dipilih. Inilah strategi jitu Anies untuk mendapatkan suara, entah berhasil atau tidak.

Baca juga:
Aqil Husein Almanuri